Page 122 - Membersihkan Nama Ibn Arabi_Dr. H. Kholilurrohman, MA
P. 122
Membersihkan Nama Ibn Arabi | 120
hidup para sahabat Rasulullah tersebut kita tidak mendapati bahwa
ada di antara Kibâr ash-Shahâbah orang-orang yang jadzab atau
kehilangan kesadaran. Padahal amal ibadah dan wirid-wirid
(perbuatan-perbuatan Sunnah) mereka jauh lebih banyak dan lebih
berkualitas di banding para wali yang datang sesudahnya.
Demikian pula kita tidak dapati keadaan-keadaan jadzab dari
kibâr al-Auliyâ’ yang datang pasca sahabat Rasulullah. Seperti Uwais
al-Qarani, Syaikh Ma’ruf al-Karkhi, Syaikh as-Sirri as-Saqthi, Syaikh
Abd al-Qadir al-Jailani, Syaikh Ahmad ar-Rifa’i, Syaikh Junaid al-
Baghdadi, dan lainnya. Karena itu sebagian ulama menyatakan
bahwa para wali Allah yang selalu dalam keadaan shâhî (sadar dan
terjaga) lebih tinggi derajatnya di banding mereka yang dalam
proses pendakian Maqâmât dan ahwâl-nya, atau dalam proses
menempuh ‘aqabât-nya mengalami jadzab.
Dari penjelasan di atas dapat kita tarik kesimpulan sebagai
benang merah bahwa kata-kata syathahât yang mengandung
kekufuran bila diucapkan oleh seseorang, siapaun dia, maka orang
tersebut dilihat keadaannya; apakah ia mengucapkannya dalam
keadaan jadzab atau shâhî?! Jika dalam keadaan shâhî maka ia
dihukumi sebagai orang yang telah keluar dari Islam, sebagai orang
murtad.
j. Pendapat Mayoritas Ulama Sufi Tentang Al-Hallaj
Sosok kontroversional ini bernama Abu al-Mughîts al-Husain
Ibn Manshur al-Hallaj. Berasal dari sebuah daerah bernama al-
Baidla’ di daratan Persia (Iran sekarang), tumbuh di Irak. Hidup
semasa dengan Imam al-Junaid al-Baghdadi, Imam al-Nauri, Imam
berbeda. Lihat al-Habasyi, ad-Durrah al-Bahiyyah Fi Hall Alfâzh al-‘Aqidah ath-
Thahâwiyyah, h. 99