Page 120 - Membersihkan Nama Ibn Arabi_Dr. H. Kholilurrohman, MA
P. 120

Membersihkan Nama Ibn Arabi | 118

           bila seseorang  berkata-kata semacam di atas dalam keadaan  sadar
           (shâhî),  maka  para  ulama  telah  sepakat  bahwa  orang  tersebut
           dihukui  murtad  telah  keluar  dari  Islam.  Dan  seorang  wali  Allah
           yang dalam keadaan shâhî tidak akan pernah berkata-kata semacam
           itu. Karena seorang wali adalah kekasih Allah. Dan siapa yang telah
           menjadi  kekasih  Allah  maka  tidak  akan  berbalik  manjadi  musuh-
           Nya  (menjadi  kafir).  Ini  dapat  dipahami  dari  hadits  Qudsi  yang
           sangat mashur. Rasulullah bersabda bahwa Allah berfirman:

                                                                 ِ
                                                ِ ِ
                                   )يراخبلا هاور( برْ لحبا هت نذاء دق ف اًّ يلو  ِ لِ ىداع نم
                                                  َْ َُُْ ْ ََ
                                                                  َ
                                                          َ
                                                                        َ َ ْ َ
                  “Siapa yang memusuhi wali-Ku maka  Aku  telah  umumkan
                  kepadanya untuk memeranginya…”. (HR. al-Bukhari)

                  Kemungkinan datangnya al-wajd yang sangat kuat pada diri
           seseorang  hingga  menjadikannya  lupa  terhadap  segala  sesuatu
           adalah  kasus-kasus  yang  terjadi  hanya  pada  sebagaian  wali  Allah
           saja.  Artinya  tidak  semua  wali  Allah  pasti  mengalami  keadaan
           semacam ini. Sebaliknya, para wali Allah terkemuka atau pimpinan-
           pimpinan  para  wali  (Kibâr  al-Auliyâ’)  selalu  dalam  keadaan  sadar
           dan  terjaga.  Dalam  setiap  Maqâmât  dan  ahwal  yang  mereka  lalui,
           mereka  melampauinya  selalu  dalam  keadaan  shâhî  (sadar).  Dan
           karenanya  mereka  jauh  dari  ucapan-ucapan  syathahât,  karena
           mereka  tahu  bahwa  kata-kata  syathahât  hanyalah  kesesatan-
           kesesatan belaka. Inilah yang ditekankan oleh para  Kibâr al-Auliyâ’
           dalam pengajaran terhadap murid-murid mereka, seperti yang telah
           dipesankan  Sulthân  al-Auliyâ’  as-Sayyid  al-Imâm  Ahmad  ar-Rifa’i  di
           atas  bahwa  seorang  hamba  jauh  lebih  baik  baginya  mati  dalam
           keadaan  membawa  dosa  dengan  keimanan  yang  benar  dari  pada
   115   116   117   118   119   120   121   122   123   124   125