Page 117 - Membersihkan Nama Ibn Arabi_Dr. H. Kholilurrohman, MA
P. 117
Membersihkan Nama Ibn Arabi | 115
Sang burung menjawab: “Wahai Nabi Allah, janganlah engkau
marah, karena aku mengucapkannya dalam keadaan tidak sadar
karena kecintaannku kepadanya, aku mengucapkannya dalam
keasyikan cintaku”. Nabi Sulaiman lalu memaafkannya 133 .
Namun demikian yang harus menjadi catatan penting bagi
kita ialah bahwa para ulama telah sepakat bila kata-kata atau
syathahât yang keluar tersebut adalah kata-kata kufur maka tetap hal
itu sebagai sebuah kekufuran yang harus dijauhi oleh setiap
muslim. Dan siapapun yang berucap dengan kata-kata kufur
tersebut dalam keadaan normal dan dalam keadaan kesadarannya
maka ia dihukumi kafir, telah keluar dari Islam dan menjadi
murtad. Dan dengan demikian seluruh hukum-hukum bagi seorang
yang murtad diberlakukan atasnya.
Kemudian seorang wali jadzab yang mengucapkan kata-kata
syathahât, walaupun mereka tidak memiliki konsekwensi hukum,
namun sebagian ulama menyatakan bahwa mereka tetap dijatuhi
hukuman. Hukuman yang dijatuhkan kepada mereka adalah dalam
bentuk ta’zîr; yaitu hukuman dalam bentuk fisik, seperti pukulan
dan cambukan. Ada beberapa alasan mendasar mengapa hukuman
ta’zîr diberlakukan kepada mereka. Di antaranya untuk
133 Lihat asy-Sya’rani, al-Anwâr al-Qudsiyyah…, j. 2, h. 20. Banyak sekali
contoh-contoh yang diberikan para ulama untuk memberikan pendekatan dalam
hal ini. Salah satunya, Imam Abu Bakr al-Kalabadzi, dalam kitab at-Ta’arruf
memberikan pendekatan contoh al-sukr dari perkataan sahabat Haritsah: “Tidak
ada bedanya bagiku antara bebatuan dan tanah, seperti juga tidak berbeda bagiku
antara emas dan perak”. Juga perkataan Ibn Mas’ud: “Saya tidak pernah
menghiraukan dua keadaan, apakah saya akan menjadi seorang yang kaya atau
menjadi seorang yang fakir. Jika manjadi fakir maka jalannya adalah sabar, dan
jika menjadi kaya maka jalannya adalah syukur”. Juga perkataan sebagian sahabat
nabi: “Selamat datang wahai dua perkara yang dibenci; kematian dan kefakiran”.