Page 118 - Mengungkap-Kerancuan-Pembagian-Tauhid-Kepada-Uluhiyyah-Rububiyyah-dan-al-Asma-Wa-ash-Shifat-Dr.-H.-Kholilurrohman-MA-277-Hal
P. 118

116 | Mengungkap Kerancuan Tiga Tauhid

                  “Dan  siapa  yang  dapat  mengampuni  dosa  selain  dari  pada
                  Allah?”.  (QS. Ali 'Imran: 135)
            Arti  ayat  ini  adalah  bahwa  permohonan  ampunan  dosa  hanya
            dipintakan  kepada  Allah  saja,  tidak  boleh  dipintakan  kepada
            selain-Nya.  Maka  barang  siapa  meminta  ampunan  dosa-dosa
            kepada  selain  Allah,  ia  telah  menyekutukan  Allah  dengan
            makhluk-Nya. Dan orang ini telah jatuh dalam perbuatan syirik.
                    Mari  kita  simak  ayat  berikut  ini.  Dalam  al-Qur‘an
            diceritakan bahwa Jibril berkata kepada Maryam:
                                  ِ
                                          ِ
                                                                ِ
                                                 ِ ِ ِ
                      ) ْ  ٜٔ ْ:وًرم(ْاًّ يكزْاملاغْكَ لْبىَ لأْكبرُْ لوسرْنََأْانَّإْلاق   َ َ
                                  َ
                                                            َ َ
                                      َُ
                                     ً
                                             َ َ
                                                    َّ
                                                         ُ َ
                  “Ia  (Jibril)  berkata:  Sesungguhnya  saya  adalah  utusan
                  Tuhanmu, -datang- untuk memberimu seorang anak laki-laki
                  yang suci”. (QS. Maryam: 19)
            Kita  mengetahui  bahwa  sesungguhnya  yang  memberikan  anak;
            yakni  ‗Isa  kepada  Maryam,  secara  hakekat  adalah  Allah.  Tetapi
            Allah  menjadikan  Jibril  sebagai  sebab.  Dalam  hal  ini  Jibril
            melakukan  sababiyyah  tertentu,  sehingga  bukan  suatu  masalah
            ketika  Jibril  menisbatkan  pemberian  itu  kepada  dirinya  sendiri,
            seperti yang disebutkan dalam ayat di atas.

                  Dari kisah Jibril ini dapat diketahui bahwa betapa gegabah
            dan  sangat  berlebihan  orang  yang  mengkafirkan  ummat  Islam
            yang  bertawassul  dan  berIstighatsah  dengan  Rasulullah,  misalkan
            terhadap mereka yang mengucapkan: “Ya Rasulallah, Dlaqat Hilati,
            Aghitsni  Ya  Rasulullah...”  (Wahai  Rasulullah,  telah  aku  kerahkan
            semua  usahaku,  maka  tolonglah  aku  wahai  Rasulullah),  atau
            ungkapan-ungkapan  semisal  ini.  Padahal  maksud  orang-orang
            yang  bertawassul  tersebut  bukan  bahwa  Rasulullah  menciptakan
            atau  berhak  untuk  menerima  ibadah  yang  merupakan  puncak
   113   114   115   116   117   118   119   120   121   122   123