Page 114 - Mengungkap-Kerancuan-Pembagian-Tauhid-Kepada-Uluhiyyah-Rububiyyah-dan-al-Asma-Wa-ash-Shifat-Dr.-H.-Kholilurrohman-MA-277-Hal
P. 114
112 | Mengungkap Kerancuan Tiga Tauhid
sudah meninggal, atau berIstighatsah kepada selain Allah, atau
beristi'anah kepada selain Allah, atau dengan sengaja pergi ke
kuburan seorang Nabi atau seorang wali Allah dengan tujuan
tabarruk, tawassul atau Istighatsah dengan nabi atau wali tersebut,
bukan berarti ini semua ibadah kepada selain Allah. Karena orang
yang melakukan ini tidak berkeyakinan bahwa para Nabi, para
wali atau orang-orang saleh tersebut yang menciptakan manfa'at
dan bahaya bagi dirinya. Demikian pula orang ini tidak
mempersembahkan puncak ketundukan dan puncak
penghambaan dirinya kepada para Nabi dan para wali tersebut.
Keyakinan orang ini tidak lain adalah karena para Nabi, para wali
Allah dan orang-orang saleh tersebut hanya sebagai sebab saja.
Dengan demikian ketika seseorang bertabarruk, bertawassul
atau berIstighatsah, bukan berarti ia telah melakukan perbuatan
syirik. Sama sekali bukan berarti orang ini beribadah kepada selain
Allah. Hal ini dengan alasan-alasan sebagai berikut:
(1). Tabarruk, tawassul dan Istighatsah tidak mengandung
makna ibadah. Karena pengertian ibadah, sebagaimana dikatakan
oleh para ahli bahasa seperti az-Zajjaj, al-Farra', al-Azhari dan
lainnya, adalah: “ath-Tha‟ah Ma‟ al-Khudlu‟”, artinya ketaatan yang
disertai dengan ketundukan. Para ahli bahasa yang lain seperti Al-
Imam Taqiyyuddin as-Subki, al-Hafizh Murtadla az-Zabidi dan
lainnya mengatakan:
ِ
ِ
ِ
ُّ
ْ . ِ للَ ذ تلاْةَانهْوَأِْ عوضْ نخاوِْ عوشْ نخاْةَاغْىصقَأْةد ابعَْ لا
ْ ُ
َ
ُ َ
َ َ
ْ ُْ ُ
َ
َ
َ ْ ُ ُ َ
“Ibadah adalah puncak ketaatan dan ketundukan. Atau
ibadah adalah puncak ketundukan dan perendahan diri
seseorang”.