Page 115 - Mengungkap-Kerancuan-Pembagian-Tauhid-Kepada-Uluhiyyah-Rububiyyah-dan-al-Asma-Wa-ash-Shifat-Dr.-H.-Kholilurrohman-MA-277-Hal
P. 115

Mengungkap Kerancuan Tiga Tauhid  | 113

            Al-Hafizh Abu al-Faraj ‗Abdurrahman ibn al-Jauzi dalam kitabnya
            berjudul  Nuzhatul  A'yun  an-Nawazhir  Fi  'Ilm  al-Wujuh  Wa  an-
            Nazha-ir menuliskan sebagai berikut:
                     ِ ِ
                                            ِ
                               ِ
                                                       ِ
                 ْامْةَانهْىَ لعْةعقاوْ لاْ ُ لاع فَ لأاْيىْ َ لاق فْةدابعْ لاْمهضع بْ   دحو
                                       ْ
                      َ
                           َ ُ
                                      َ
                   َ َ
                                                 ََ ََ َ
                                                          ْ ُُ َْ َ َ
                               َ َ
                                           َ
                                                              ِ ِ
                  ِ ِ
                                   ِ
                                                       ُّ
                               ُّ
                 ْدابعْ لاْ ِ ضع بْ ِ للَ ذت َ ِ ْ لْ ةزِ واجمْ لاوْ ،ِ عوضْ نخاوْ ِ للَ ذ  تلاْ نمْ نكٍد
                                                                   ُْ
                                               ُْ ُ
                   َ
                          َْ
                                                                ُ
                                    َ َ ُ َ
                                                             َ
                                                    َ
                                                             ْ  . ٍ ضع بل ِ
                                                                  َْ
                  “Sebagian  ulama  dalam  mendefinisikan  ibadah  berkata:
                  Ibadah  adalah  perbuatan-perbuatan  yang  terjadi  dengan
                  disertai  puncak  perendahan  diri  (penghambaan)  dan
                  ketundukan,  yang  melampaui  ketundukan  sebagian  hamba
                  kepada sebagian hamba yang lain”.
                    Ungkapan para ahli bahasa di atas adalah definisi ibadah
            yang benar dan tepat dan sesuai pemahaman bahasa dan syara‘.
            Dengan  demikian,  sekedar  tunduk  saja  dan  merendahkan  diri
            yang  tidak  sampai  kepada  puncaknya  maka  hal  itu  tidak  masuk
            dalam  makna  ibadah.  Karena  jika  hal  tersebut  masuk  dalam
            makna ibadah, maka setiap orang yang tunduk kepada para raja,
            kepada para penguasa, kepada para pejabat, atau bahkan kepada
            orang  tua,  maka  ia  telah  menjadi  kafir  dan  musyrik.  Apakah
            pengertiannya seperti itu?! Tentu tidak.
                    Karena  itu  dalam  sebuah  hadits  shahih  diriwayatkan
            bahwa ketika sahabat Mu'adz ibn Jabal ketika datang dari Syam,
            beliau  langsung  bersujud  di  hadapan  Rasulullah,  seperti  sujud
            yang  biasa  dilakukan  di  dalam  shalat.  Rasulullah  kemudian
            bertanya:  ―Apa  yang  engkau  lakukan  ini?‖.  Sahabat  Mu'adz
            menjawab:  ―Wahai  Rasulullah,  aku  melihat  penduduk  Syam
            bersujud kepada para panglima dan pemimpin mereka serta sujud
   110   111   112   113   114   115   116   117   118   119   120