Page 121 - Mengungkap-Kerancuan-Pembagian-Tauhid-Kepada-Uluhiyyah-Rububiyyah-dan-al-Asma-Wa-ash-Shifat-Dr.-H.-Kholilurrohman-MA-277-Hal
P. 121
Mengungkap Kerancuan Tiga Tauhid | 119
Demikian pula melakukan Istighatsah kepada selain Allah,
melakukan isti'anah kepada selain Allah, menyengaja pergi ke
kuburan Nabi atau wali Allah dengan tujuan tabarruk, tawassul atau
Istighatsah, ini semua bukan bentuk ibadah kepada selain Allah.
Kecuali jika orang yang melakukan Tabarruk, tawassul dan
Istighatsah tersebut mempersembahkan puncak perendahan dirinya
dan puncak ketundukannya kepada seorang Nabi atau wali Allah,
atau meyakini bahwa Nabi dan wali tersebut yang menciptakan
manfa'at, menjauhkan mudlarat, atau yang memberi pertolongan
dengan sendirinya tanpa kehendak Allah.
Seandainya diklaim secara mutlak bahwa setiap orang
yang melakukan nida', tabarruk, tawassul dan Istighatsah sebagai
seorang musyrik dan kafir, maka berarti sama saja dengan
mengkafirkan dan memusyrikan para sahabat, para tabi'in, ulama
Salaf dan ulama Khalaf, dan bahkan terhadap Rasulullah sendiri,
karena beliau telah mengajarkan kepada sahabat buta agar
melakukan Nida' al-Gha-ib, dan bertawassul, sebagaimana dalam
hadits shahih yang telah kita sebutkan. Wal „Iyadz Billah.
(Ke tiga): Telah dijelaskan bahwa tawassul, tabarruk dan
Istighatsah adalah sabab syar'i, agar doa dan permohonan
dikabulkan oleh Allah, sebagaimana orang yang sakit pergi ke
dokter dan minum obat agar diberikan kesembuhan oleh Allah,
meskipun dalam keyakinannya bahwa pencipta kesembuhan
adalah Allah sedangkan obat hanyalah sebab bagi kesembuhan
tersebut. Jika obat dalam contoh ini adalah sabab „adi, maka
tawassul adalah sabab syar‟i. Seandainya tawassul bukan sabab syar‟i,
maka Rasulullah tidak akan mengajarkan sahabat buta yang
datang kepadanya agar bertawassul dengan Rasulullah sendiri.
Jadi orang yang bertawassul meyakini bahwa para nabi, wali
dan orang-orang saleh adalah sebab-sebab yang dijadikan oleh