Page 250 - Mengungkap-Kerancuan-Pembagian-Tauhid-Kepada-Uluhiyyah-Rububiyyah-dan-al-Asma-Wa-ash-Shifat-Dr.-H.-Kholilurrohman-MA-277-Hal
P. 250

248 | Mengungkap Kerancuan Tiga Tauhid

            tauhid  Rububiyyah?!  Bahwa  para  Nabi  memerangi  orang-orang
            tersebut  hanya  karena  untuk  mengajak  mereka  kepada  tauhid
            Uluhiyyah?!  Lalu  dengan  alasan  ini  mereka  menyamakan  orang-
            orang Islam dengan orang-orang kafir tersebut?! Bahkan, menurut
            Muhammad  bin  Abdul  Wahhab  orang-orang  Islam  lebih  buruk
            kekufurannya  dari  pada  orang-orang  kafir  itu  sendiri?!.  Na‟udzu
            Billah.

                    Apa  yang  kemudian  oleh  Taimiyyun  tuduhkan  terhadap
            orang-orang  Islam  dalam  mengkafirkan  mereka  maka  iu
            sedikitpun  tidak  berpengaruh.  Namun  dari  sini  kita  katakan
            kepada  mereka:  ―Kalaupun  umpama  ada  pembagian  tauhid
            kepada Uluhiyyah dan Rububiyyah, seperti keyakinan ekstrim kalian,
            maka  sesungguhnya  tawassul  itu  sama  sekali  tidak  menafikan
            tauhid Uluhiyyah. Karena sesungguhnya makna tawassul itu bukan
            beribadah  kepada  yang  dijadikan  wasilah  (kepada  selain  Allah).
            Baik dalam tinjauan bahasa, tinjauan syara‟, maupun dalam tinjuan
            „urf (kebiasaan) pengertian tawassul bukan bermakna ibadah. Tidak
            ada  seorang-pun  –dari  para  ulama--  menetapkan  bahwa
            memanggil  nama  orang  yang  telah  meninggal  atau  yang  masih
            hidup  yang  tidak  hadir,  atau  tawassul  dengan  orang-orang  saleh;
            sebagai  ibadah  kepada  mereka.  Rasulullah  sendiri  tidak  pernah
            mengatakan bahwa tawassul maknanya adalah ibadah. Seandainya
            tawassul itu sebagai ibadah –kepada yang dijadikan wasilah-- maka
            tentu  praktek  tawassul  pasti  dilarang;  baik  tawassul  dengan  orang
            yang sudah meninggal atau dengan yang masih hidup sekalipun.

                    Bila  orang-orang  sesat  itu  --semacam  kaum  Taimiyyun--
            berkata:  ―Allah  maha  kuasa  atas  segala  sesuatu,  Allah  dekat
            dengan setiap orang dari kita, bahkan lebih dekat dari urat leher
            kita,  karena  itu  Allah  tidak  butuh  kepada  perantara
            (wasithah/wasilah)‖; kitab jawab: ―Engkau hafal teks sedikit, lebih
            banyak  yang  engkau  tidak  hafal,  bahkan  terhadap  yang  engkau
   245   246   247   248   249   250   251   252   253   254   255