Page 252 - Mengungkap-Kerancuan-Pembagian-Tauhid-Kepada-Uluhiyyah-Rububiyyah-dan-al-Asma-Wa-ash-Shifat-Dr.-H.-Kholilurrohman-MA-277-Hal
P. 252
250 | Mengungkap Kerancuan Tiga Tauhid
siapapun-- tidak dapat terlepas dari perantara-perantara (al-Wasa-
ith), bahkan orang-orang semacam mereka (Taimiyyun) adalah
orang-orang yang paling butuh kepada perantara-perantara dan
senantiasa mereka praktekan.
Dalam kesempatan ini, kami juga katakan kepada mereka
--kaum Taimiyyun--: ―Perkataan mereka dalam membedakan
antara orang yang masih hidup dan orang yang sudah meninggal
dalam perkara ber-tawassul dengan mereka adalah perkataan yang
tidak mengandung arti sama sekali. Karena sesungguhnya seorang
yang ber-tawassul itu tidak memohon (penciptaan) apapun dari
mayit yang ia jadikan wasilah-nya. Tetapi yang dipinta dalam hal ini
tetap adalah Allah, bukan mayit. Hanya saja dalam doanya
tersebut ia memohon kepada Allah dengan wasilah kemuliaan si-
mayit, atau dengan wasilah kecintaannya terhadap si-mayit, atau
semacam itu. Apakah perbuatan semacam ini disebut beribadah
kepada mayit, atau disebut menjadikan mayit tersebut sebagai
Tuhan?! Na‟udzu billah. --Bagi orang yang mendapatkan petunjuk
apa yang kita jelaskan ini adalah kebenaran yang tidak ada
keraguan di dalamnya--, kecuali bagi mereka yang keras kepala
dan tidak memiliki pemahaman yang benar. Bagaimana tawassul
hendak dikatakan perbuatan syirik, padahal itu perkara baik yang
telah diyakini kebolehannya oleh seluruh umat Islam?!
Silahkan anda merujuk kepada kitab-kitab ulama kita dari
empat Madzhab. Bahkan, kebolehan dan anjuran tawassul ini juga
dikutip dalam kitab-kitab Madzhab Hanbali dalam bahasan adab-
adab ziarah kepada Rasulullah. Semua ulama sepakat (yang
merupakan Ijma‟) adanya anjuran tawassul dengan Rasulullah
dalam doa kepada Allah. Hingga kemudian datanglah Ibnu
Taimiyah yang membakar ijma‟ ulama tersebut, ia menentang dan
menyalahi apa yang telah tertanam kuat dalam keyakinan umat