Page 27 - Kisah perjalanan SUPARDI 2901_tanpa tambahan-1-1-98
P. 27

Simbok memang isteri lurah, tetapi zaman dulu istri lurah tidak berperan, tidak
        melaksanakan tugas-tugas administrasi kemasyarakatan sehingga tidak dituntut
        memiliki kemampuan baca tulis.

        Simbok adalah sosok “ibu rumah tangga” dari keluarga petani. Oleh karena itu,
        di samping menyiapkan dan mengatur kebutuhan kami sehari-hari, di musim
        tanam dan panen, beliau juga ikut sibuk bekerja di ladang maupun di sawah,
        serta mengatur para pekerja yang membantu bapak. Simboklah yang mengatur
        hasil  panen  untuk  dikonsumsi,  untuk  disimpan,  dan  untuk  dijual.  Beliau

        sungguh sangat teliti dan hemat terhadap hasil panen.

        Di sisi lain beliau memiliki jiwa sosial, jiwa kedermawanan yang tinggi. Selama
        masih ada kemampuan, simbok tidak pernah menolak untuk memberi bantuan.
        Pesannya  yang  terus  aku  ingat  adalah,  “BERSEDEKAHLAH”.    Apabila  kamu
        sudah bersedekah, anggap kamu seperti “berak” atau “kencing”. Merasa lega,
        nyaman,  puas,  dan  bersyukur  apabila  sudah  mengeluarkan,  tanpa
        mengharapkan balasan. Intinya adalah menjadi manusia jangan pelit, harus mau,
        dan bisa berbagi dengan sesama, apalagi kepada mereka yang membutuhkan.

        Ada lagi hal yang mengesankan yaitu dalam menerima tamu.
        Simbok, tentu juga  bapak, mengikuti ungkapan Jawa  “Gupuh, Aruh, Rengkuh,
        Lungguh,  Suguh”  sebagai  bentuk  adab  dan  penghormatan  kepada  tamu.
        Menurut keyakinan orang Jawa, tamu adalah pembawa rezeki dan berkah.
        “Gupuh”  artinya  bergegas  dan  antusias  saat  menyambut  kehadiran  tamu.
        “Aruh”  artinya  sapa,  disambut  dengan  ramah  sehingga  tamu  merasa  tidak
        canggung dan nyaman dalam berkomunikasi.
        “Rengkuh”  artinya  rangkul,  tamu  diajak,  digandeng,  diterima  dengan  tangan
        terbuka, dan lapang dada.
        “Lungguh‟ artinya duduk, tamu harus segera dipersilahkan duduk, di  tempat
        yang semestinya agar merasa nyaman dan santai.
        “Suguh” artinya menjamu, tamu sewajarnya diberi  jamuan yang terbaik sesuai
        kemampuan.  Dalam  menjamu  tamu  ada  istilah  “kalah  cacak  menang  sanak”,
        biarlah  merugi  dalam  materi,  tetapi  mendapatkan  sahabat.  Berkorban  demi
        menyenangkan tamu, tidak ada istilah merugi. Intinya adalah setiap tamu mesti
        diterima dan diperlakukan dengan baik sehingga merasa nyaman dan senang.
        Tamu adalah raja.

        Walaupun tidak pernah bersekolah, tidak pernah belajar secara formal, tetapi

        simbok piawai dalam memasak, pandai meramu bumbu desa yang diambil dari
   22   23   24   25   26   27   28   29   30   31   32