Page 28 - Kisah perjalanan SUPARDI 2901_tanpa tambahan-1-1-98
P. 28

berbagai tumbuhan herbal yang ditanam sendiri. Apapun yang dimasak terasa
        enak.  Hasil  masakannya  diakui  oleh  kerabat  dan  para  tetangga.  Aku  selalu
        terkenang masakan simbok, yang terasa sangat khas, seperti   sambel cabuk,
        jangan blekothok, sambel bawang tempe, dan jangan oblok-oblok lombok ijo
        dengan tempe semangit. Aku masih ingat masakan simbok apabila hari lebaran,
        yaitu  nasi  uduk,  di  desa  disebut  “sego  wuduk”  dengan  lauk  pauk  beserta
        ingkung  ayam  dan  empal.  Di  hari  Lebaran  simbok  juga  biasa  menyediakan
        berbagai makanan ringan berupa  apem goreng atau kukus, criping, lempeng,
        jadah  tetel,  lemper,  dan  lainnya  dalam  kuantitas  yang  cukup  banyak.  Hal

        tersebut disebabkan banyaknya anak cucu, sanak keluarga, dan para tetangga
        yang datang untuk “ngabekti”.  Aku juga masih ingat sayur lebaran yang tersisa
        oleh simbok dimasak kembali  sehingga menjadi “bledrang”.
        Masyarakat desa mengenal beliau juga sebagai juru masak karena apabila ada
        warga  yang  hajatan,  beliau  pasti  diminta  untuk  menjadi    penasihat  tentang
        masakan dan hidangannya.
        Pada  masa  itu,  apabila  orang  desa  mempunyai  hajat,  khitanan,  atau  mantu,
        maka mereka menyiapkan konsumsi dengan cara memasak di rumah, tidak ada
        catering. Penghargaan orang terhadap pemangku hajat dinilai dari kualitas dan
        kuantitas konsumsi yang dihidangkan. Apabila konsumsi lezat dan dihidangkan
        secara “mbanyu mili‟,  maka orang yang mempunyai hajat akan kesohor. Oleh
        karena itu, dibutuhkan orang yang bisa membuat ramuan serta cara memasak
        agar makanan yang disajikan disenangi para tamu. Maka orang seperti simbok
        dibutuhkan.

        Apabila memasak di rumah sendiri, biasanya simbok memasak didapur. Begini
        gambaran dapur di rumah bapakku. Dapur merupakan bangunan yang dibuat
        terpisah,  khusus  untuk  tempat  memasak.  Di  dapur  terdapat  tungku  yang
        terbuat  dari  batu,  disebut  pawon,  sebagai  bagian  utama  untuk  proses
        memasak. Bahan bakar untuk memasak adalah kayu yang sudah kering. Selain
        pawon, di dapur juga ada pogo untuk tempat menyimpan bahan mentah, alat
        makan,  dan  alat  masak.  Tidak  ada  kulkas.  Agar  sayuran  tetap  segar  cukup
        direndam dalam air atau digantung didalam sumur sebelum dimasak.
        Ada juga meja atau amben untuk meracik dan menampung hasil masakan, ada
        genthong untuk  menyimpan  air  bersih,  ada  siwur  yaitu  gayung  yang  terbuat
        dari tempurung kelapa.

        Di desa, memasak disebut “adang”, yaitu memasak nasi dengan cara dikukus.
        Nasi setengah matang disebut karon. Kemudian ditaruh dalam kukusan yang

        terbuat dari anyaman bambu, kemudian dikukus diatas dandang yang terbuat
   23   24   25   26   27   28   29   30   31   32   33