Page 41 - Kisah perjalanan SUPARDI 2901_tanpa tambahan-1-1-98
P. 41
menggelorakan semangat kemerdekaan. Hal ini bisa dimengerti karena
Pemerintahan waktu itu belum stabil bahkan digoncang dengan usaha
pemberontakan oleh PKI, DI/TII, PRRI dan Permesta, yang belum tuntas
diselesaikan.
Guru-guru kami sebagian adalah guru yang sebelumnya mengajar di SGB dan
lainnya guru baru. Mata pelajaran terasa semakin banyak. Tidak ada lagi
berhitung, diganti dengan Aljabar, dan Ilmu Ukur. Pengetahuan umum dipisah-
pisah menjadi ilmu alam, ilmu bumi, ilmu hayat, dan sejarah. Pelajaran Bahasa
Jawa tetap dilanjutkan. Pelajaran yang baru adalah bahasa Inggris. Tidak ada lagi
pendidikan budi pekerti. Pelajaran tersebut diganti dengan pendidikan agama,
khususnya Islam.
Di kelas 2, aku mulai aktif mengikuti ekstrakurikuler, terutama kepanduan dan
menggambar. Kesenanganku menggambar dan membaca dapat tersalurkan.
Apalagi ada pelajaran dan guru khusus untuk menggambar. Setiap ada
perlombaan menggambar, aku selalu diikutsertakan walaupun tidak selalu
mendapat hadiah. Aku suka menggambar aliran naturalis.
Materi pelajaran yang paling tidak aku sukai adalah menyanyi. Satu-satunya nilai
merah dalam raporku adalah menyanyi. Guru menyanyi, pak Sukarsono
Bustaman sepertinya sentimen dengan aku. Sepertinya beliau menganggap aku
sebagai penghalang dalam mendekati gadis adik kelasku, Sri Poningsih. Aku
kenal dan dekat dengan Sri Poningsih karena aku Ketua Osis dan dia
sekretaris. Kebetulan dia juga pintar menyanyi di bawah asuhan bapak guru
menyanyi itu.
Di sekolah ada perpustakaan. Buku-buku bacaan yang tersedia cukup memadai
yang merupakan peninggalan dari sekolah sebelumnya. Hal tersebut membuat
aku semakin senang membaca. Hampir semua buku yang tersedia aku baca.
Buku tentang politik, ekonomi, agama, kemiliteran, maupun budaya. Aku juga
suka membaca cerita pewayangan, novel, dan komik. Aku mulai mengenal
komik, antara lain “Superman”, “Flash Gordon”, dan juga komik “Mahabarata”
karangan RA Kosasih. Ada buku novel berseri karangan Karl May tentang
kepahlawanan suku Apace, Indian Amerika yang sudah diterjemahkan kedalam
bahasa Indonesia. Aku tidak tahu mengapa di perpustakaan tersedia novel itu.
Aku suka dengan tokoh dalam cerita itu, yaitu Winnetou dan temannya Old
Shutlehand.

