Page 36 - Kisah perjalanan SUPARDI 2901_tanpa tambahan-1-1-98
P. 36
di samping banyak rubrik tentang pengetahuan dan cerita, ada rubrik
mewarnai gambar yang aku suka. Ada juga buku bacaan wajib yang masih aku
ingat, berjudul “Pantjaran Bahagia” karangan Sutan Syanif dan buku “Matahari
Terbit” karangan Oesman, yang boleh dipinjam dari sekolah dan boleh dibawa
pulang. Kedua buku bacaan itu menceritakan tentang harapan masa depan
bangsa setelah mencapai kemerdekaan, yaitu masyarakat adil makmur
sejahtera.
Dari banyak membaca dan mendengar cerita para guru, aku mulai mengenal
dan mengagumi para tokoh perjuangan, terutama sosok IR. SOEKARNO,
presiden pertama Indonesia, sehingga sejak saat itu aku mengidolakan beliau,
terobsesi ingin menjadi seorang INSINYUR.
Tahun 1958, terjadi lagi peristiwa politik, yaitu terjadi peristiwa
pemberontakan oleh kelompok yang ingin mengoreksi dan meluruskan
pemerintahan Presiden Soekarno. Di Sumatera Barat disebut PRRI
(Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia), di bawah pimpinan Letkol
Ahmad Husein, yang kemudian disusul dengan Permesta (Perjuangan Rakyat
Semesta) di Sulawesi Selatan, dibawah pimpinan Letkol Ventje Sumual.
Walaupun peristiwa itu tidak berpengaruh apapun kepada kami, kami hanya
mendengar dari guru dan tidak mengerti tentang apapun yang terjadi, tetapi
kepada para murid digalakkan untuk menyanyikan lagu-lagu perjuangan, bahkan
diadakan lomba antarkelas maupun antarsekolah.
Sewaktu aku di kelas 4, ada kejadian yang membuat aku traumatik karena aku
nyaris tersambar petir. Ceritanya demikian. Suatu hari aku bersama teman-
teman menonton pertandingan bola dilapangan PPC desa Kerjo. Di tengah
pertandingan tiba-tiba hujan turun. Kebetulan ada dua orang teman yang
membawa payung, maka kami yang tidak berteduh di emperan rumah
penduduk, membentuk 2 kelompok berteduh dibawah payung. Tiba-tiba
terjadi ledakan keras. Petir menyambar kelompok di sebelahku yang berjarak
kira-kira 5 meter. Seketika itu terdengar jeritan dan mereka terkapar.
Terjadilah kepanikan. Kami yang selamat berhamburan meninggalkan tempat,
mencari tempat yang aman. Aku berlindung dan berteduh di salah satu rumah
terdekat. Aku merasa takut luar biasa. Kabar tentang kejadian itu segera
menyebar, membuat keluargaku cemas dan panik, terutama simbok. Aku
berlindung di rumah itu sampai aku dijemput oleh mas Yahyo.
Ada 3 orang temanku yang tewas karena musibah itu. Sejak saat itu, untuk
beberapa lama, aku menjadi trauma, takut berada di tempat lapang apabila
turun hujan.

