Page 38 - Kisah perjalanan SUPARDI 2901_tanpa tambahan-1-1-98
P. 38

Tanggal 1 Juli 1959, aku mulai masuk SMPN Wonosari. Aku satu-satunya siswa
        SMPN Wonosari dari SR Sumbergiri. SMPN Wonosari berlokasi di Baleharjo,
        bagian  Timur  dari  pusat  kota.  Bangunan  gedung  sekolah  terlihat    sungguh
        megah  pada  zamannya  dan  kokoh,  sepertinya  peninggalan  Belanda,
        mencerminkan  gedung  sekolah  yang  sesungguhnya.  Gedung  itu  sekarang
        rupanya sudah berubah fungsi, aku tidak lagi dapat menemukannya.
        Sebelum  pembukaan  pendidikan  kami  diperkenalkan  dengan  situasi  dan
        lingkungan  sekolah,  dibagi  dalam  kelas-kelas  dan  mengikuti  perkenalan
        antarsiswa dan wali kelas. Mungkin  bentuk MOS pada waktu itu.

        Teman-temanku  tidak  hanya  berasal  dari  Wonosari,  tetapi dari berbagai  SR
        hampir seluruh wilayah Gunungkidul. Maklum satu kabupaten waktu itu hanya
        ada satu SMPN dan berlokasi di Wonosari.

        Pada  waktu    bersekolah  di  SMPN  inilah  kami  diwajibkan  memakai  pakaian
        seragam,  putih putih, celana pendek, tutup kepala topi pet juga warna putih,
        dan sepatu kets warna hitam.  Mulai saat itu barulah kakiku mengenal sepatu.
        Setiap hari Senin ada upacara mengibarkan bendera merah putih di lapangan
        sekolah dengan peserta semua siswa, kelas 1 hingga kelas 3, serta para guru.
        Itulah  pengalamanku  pertama  kali  mengikuti  upacara  pengibaran  bendera,
        diiringi  lagu  Indonesia  Raya  yang  dinyanyikan  oleh  seluruh  peserta  upacara,
        terasa megah dan khidmat.

        Di  Wonosari  aku  tinggal  di  rumah  pak  Marto  Nadi,  mantan  Kepala  SR
        Sumbergiri yang pindah tugas ke Wonosari. Orang tua dan saudara-saudaraku
        sudah  akrab  dengan  beliau.  Pada  waktu  itu  tidak  memungkinkan  aku  tetap
        tinggal  di  Koripan  untuk  melaju  karena  jarak  ke  Wonosari  lumayan  jauh,
        sekitar 30 km. Belum ada trayek transportasi mobil. Yang ada hanya sepeda.
        Tentu aku tidak sanggup dan tidak diizinkan oleh orang tua untuk menempuh
        perjalanan itu dengan mengendarai sepeda setiap hari.
        Pada  awalnya,  aku  merasa  sangat  asing  di  tempat  baru  dan  tidak  rela
        meninggalkan  orang  tua,  terutama  simbok,  sanak  saudara,  dan  kampung
        halaman. Itulah pertama kali aku berpisah dengan mereka yang aku cintai. Aku
        tahu  orang  tuaku,  terutama  simbok  tidak  rela  aku  pergi  jauh  karena
        menganggap  aku  masih  terlalu  kecil.  Namun,  demi  belajar,  mereka  rela
        melepaskan.
        Aku belajar menyesuaikan diri dengan teman-teman dan lingkungan yang baru.
        Selama  ini  aku  sudah  terbiasa  dengan  suasana  desa  yang  nyaman  walaupun
        sepi,  tanpa  hiruk  pikuk  lalu  lintas.  Kini  aku  tinggal  di  kota  dengan  suasana

        budaya yang berbeda. Dulu aku tinggal bersama orang tua yang bebas aturan.
   33   34   35   36   37   38   39   40   41   42   43