Page 45 - Kisah perjalanan SUPARDI 2901_tanpa tambahan-1-1-98
P. 45

Juni  1962  dilaksanakan  ujian  akhir  dan  aku  dinyatakan  lulus  dengan  nilai
        akumulatif 66 dari 8 mata pelajaran, ranking pertama di sekolah.
        Pada saat acara perpisahan, guru memberikan hadiah sejumlah buku bacaan,
        salah  satunya  buku  novel  karangan  Karl  May,  cerita  tentang  suku  Indian
        Apache itu.  Rupanya ada guru yang memperhatikan bahwa aku suka membaca
        novel itu.

        Dengan telah selesainya aku dari SMP, bapak menyuruh aku untuk melanjutkan
        ke sekolah kejuruan dengan pertimbangan selesai sekolah langsung mendapat

        pekerjaan. Sekolah Kejuruan yang paling populer di desa waktu itu adalah SPG
        semula bernama SGA. Hal tersebut disebabkan terdapat jaminan setelah lulus
        akan langsung mendapat pekerjaan sebagai guru SR. Apabila ingin menjadi guru
        SMP, setelah SPG harus melanjutkan ke PGSLP. Bapak ingin aku bersekolah di
        Sekolah Pertanian.
        Waktu  itu  Pemerintah,  khususnya  Kementerian  Pendidikan  menggalakkan
        berdirinya sekolah-sekolah kejuruan baru yang lulusannya dibutuhkan segera
        untuk  mengisi  jabatan-jabatan  tingkat  menengah  di  lembaga-lembaga
        pemerintah maupun swasta yang sedang membangun.
        Selain sekolah kejuruan yang sudah ada seperti SPG, SMEA, SKKA, dan STM,
        didirikan pula sekolah baru seperti STMA (Sekolah Teknologi Menengah Atas),
        SPbMA  (Sekolah  Perkebunan  Menengah  Atas),  SPMA  (Sekolah  Pertanian
        Menengah  Atas),  dan  masih  ada  beberapa  lagi  yang  lulusannya  sedang
        dibutuhkan.  Namun,  demi  mengejar  cita-cita  ingin  menjadi  seorang
        INSINYUR,  aku  bersikeras  melanjutkan  ke  SMA,  setidaknya  ke  STM.  Atas
        dorongan kakak-kakak, aku sampaikan keinginan itu kepada bapak. Akhirnya
        bapak setuju dengan pesan ke SMA Negeri agar biayanya murah karena biaya
        yang ditanggung bukan hanya biaya sekolah tetapi juga biaya hidup dikota.

        Di  Gunungkidul  belum  ada  SMA  Negeri,  maka  aku  mendaftarkan  diri  ke
        SMAN di Jogjakarta. Waktu itu di Jogja ada 6 SMAN, tetapi pendaftarannya
        dipusatkan, di Kantor Dinas. Keenam SMAN itu adalah SMAN 1/Teladan di
        Kuncen,  SMAN  2  di  Tegalrejo,  SMAN  3  di  Kotabaru,  SMAN  4  di  Terban,
        SMAN 5 di Kotagede, dan SMAN 6 di Klitren. Panitia yang menentukan, siapa
        dan  dimana  para  calon  siswa  akan  diterima.  Sebagai  cadangan  aku  juga
        mendaftar ke STM di Jetis dan STMA di Umbulharjo.

        Dari obrolan teman-teman waktu mendaftar, mereka mengharap bisa diterima
        di  SMAN  1/Teladan  atau  SMAN  3,  sekolah  negeri  favorit  waktu  itu.  Hal

        tersebut  disebabkan  konon  katanya  lulusan  dari  kedua  sekolah  itu  dapat
   40   41   42   43   44   45   46   47   48   49   50