Page 47 - Kisah perjalanan SUPARDI 2901_tanpa tambahan-1-1-98
P. 47

Berbeda dengan siswa di SMPN Ponjong yang hampir semuanya anak petani
        sederhana,  di  sini  siswa  berasal  dari  anak-anak  berbagai  profesi  yang  pada
        umumnya anak orang berada. Mereka berasal dari kerabat istana Kesultanan
        maupun  Pakualaman,  anak-anak  pejabat,  dan  anak-anak  pedagang  besar
        pribumi  maupun  Cina.  Hanya  sebagian  kecil  anak  petani,  karyawan,  atau
        pedagang kecil  yang umumnya berasal dari luar kota.
        Tata  pergaulan,  penampilan,  adat,  dan  budaya  tentu  berbeda  dengan
        kebiasaanku  di  desa.  Oleh  karena  itu,  aku  tidak  se”PD”  seperti  sewaktu  di

        SMP, tetapi aku tidak merasa rendah diri. Aku bangga bisa diterima di SMA
        Teladan.  Dibandingkan  dengan  teman-teman  tentu  aku  bukan  apa-apa  dan
        bukan siapa-siapa karena aku anak desa dari keluarga petani sederhana yang
        masih polos, pergaulan terbatas, dan sudah barang tentu tidak didukung oleh
        kemampuan finansial yang memadai.

        Di Yogya, aku tinggal dirumah paman jauh, Paklik (Lik) Yasir, yang kebetulan
        juga  saudara  dari  kakak  iparku  kang  Karto  Salamun.  Lik  Yasir  tinggal  di
        kampung  Ledok  Tukangan,  Danurejan,  dipinggiran  kali  Code.  Walaupun
        dikota, kampung ini sungguh terisolasi, letaknya dilembah, tidak dilintasi jalan
        raya, hanya ada jalan setapak.
        Rumah Lik Yasir sangat sederhana berupa bangunan semi permanen, berlantai
        plesteran, berdinding setengah tembok, dan tidak ada kamar mandi.
        Untuk mandi atau mencuci pakaian aku menumpang disumur tetangga atau ke
        kali Code. Buang air besar juga harus ke kali Code yang jaraknya sekitar 500
        m, melewati tanah kosong dan rumpun bambu liar. Menjadi horor apabila di
        tengah malam kebelet mau buang air besar, apalagi apabila hujan, jalanan licin,
        gelap,  dan  sangat  sepi.  Di  rumah  Lik  Yasir  juga  tidak  berlangganan  listrik
        sehingga untuk penerangan digunakan lampu teplok, lumayan dari pada di desa
        masih menggunakan senthir.

        Pekerjaan Lik Yasir adalah pengrajin sepatu, sedang bulik, bulik Boinem, jualan
        alat  peralatan  dapur,  di  pasar  Beringharjo.  Mereka  tidak  memiliki  anak
        sehingga kehadiranku diterima dengan  tangan terbuka. Beban bapak menjadi
        tidak terlalu berat. Tempat tinggal dan makanku  ditanggung oleh Lik Yasir.
        Bapak  hanya  menanggung  biaya  untuk    kebutuhan  sekolah.  Sebagai
        konsekuensinya aku harus tahu diri, membantu pekerjaan rumah, dan sesekali
        membantu bulik jualan dipasar atau mengantarkan hasil pekerjaan paman ke
        toko sepatu “Nam Hien” di jalan Malioboro.
   42   43   44   45   46   47   48   49   50   51   52