Page 52 - Kisah perjalanan SUPARDI 2901_tanpa tambahan-1-1-98
P. 52

bibir melepuh pun dimakan. Aku juga tidak mungkin meminta atau meminjam
        uang kepada Lik Yasir.

        Untuk mendapatkan uang iuran sekolah, aku terpaksa harus mencari sendiri.
        Aku mencari peluang, pekerjaan apa yang bisa menghasilkan uang, tetapi yang
        tidak mengganggu sekolahku. Kepala kelompok tukang copet Ledok Tukangan,
        mbah Gareng  mengajak aku untuk bergabung karena dia sering melihat aku di
        pasar  Beringharjo.  Tentu,  ajakan  itu  aku  tolak.  Akhirnya  aku  mendapatkan
        pekerjaan menjadi loper koran dadakan dan kadang-kadang  membantu orang

        membelikan  karcis  untuk  nonton  film,  sebagai  calo,  di  gedung  bioskop
        “INDRA”, seberang pasar Beringharjo.
        Setelah  beberapa  waktu,  hampir  satu  tahun,  ekonomi  berangsur  membaik,
        kondisi  pertanian  bapak  juga  semakin  membaik  seiring  datangnya  musim
        penghujan. Kiriman dari bapak untuk bayaran sekolah mengalir kembali, maka
        aku berhenti dari pekerjaan loper koran dan calo karcis bioskop.
        Dari pengalaman itu, aku mendapat pelajaran bahwa orang tidak boleh putus
        asa bila menghadapi kesulitan, pasti ada jalan apabila ada kemauan, berusaha
        dan dijalani dengan sungguh-sungguh. Kata orang “when there is a will, there
        is a way”.

        Sementara  itu,  situasi  politik  semakin  memanas  dipicu  oleh  gencarnya
        maneuver  PKI.  Hal  tersebut  memancing  reaksi  dari  parpol  lain  yang
        berideologi  nasionalis  dan  agama,  khususnya  partai  Islam.  Muncul  berbagai
        organisasi  massa  yang  berbasis  politik,  baik  di  sekolah,  universitas,  kantor,
        maupun  di  masyarakat  yang  bergerak  mencari  dan  mempengaruhi  massa
        sehingga  sering  terjadi  pergesekan.  Di  sekolah-sekolah  ada  IPPI,  GSNI,  di
        Universitas  ada  CGMI,  GMNI,  HMI,  IMM,  di  masyarakat  petani  ada  BTI,  di
        pabrik dan perkebunan ada Sarbupri, di bidang  seni dan budaya ada Lekra, di
        kelompok pemuda ada PR, Gerwani, dan lain-lain.

        Situasi  semakin  riuh  setelah  pada  3  Mei  1964,  Presiden  Soekarno
        mengeluarkan  perintah  “DWIKORA”,  (DWI  KOmando  RAkyat),  komando
        untuk mengganyang Malaysia,  yang isinya,
        1, Perhebat ketahanan revolusi Indonesia.
        2,Bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Serawak dan Sabah,
        untuk menghancurkan Malaysia.

        Menurut  Presiden  Soekarno,  negara  Malaysia  yang  terdiri  dari  Semenanjung

        Malaya,  Singapura,  Serawak  dan  Sabah  itu  adalah  negara  boneka  bentukan
   47   48   49   50   51   52   53   54   55   56   57