Page 69 - Kisah perjalanan SUPARDI 2901_tanpa tambahan-1-1-98
P. 69

kesana, seperti menancapkan bendera kompi di puncak Tidar atau memetik
        bunga kamboja di pemakaman Giriloyo setelah apel malam.

        Latihan puncak kami adalah latihan berganda, mengaplikasikan semua pelajaran
        yang  telah didapat secara terintegrasi, berlokasi di perbukitan Menoreh dan
        sekitarnya.  Mulai  dari  Borobudur  berakhir  di  lapangan  tembak  Plempungan.
        Ada  kegiatan  yang  paling  mengesankan  dan  membuat  nyaliku  kecil  adalah
        “Caraka  Malam”.  Kegiatan  “Caraka  Malam”  yaitu  secara  perorangan
        menyampaikan berita lisan dari satu pos ke pos lain, yang berjarak sekitar 2

        km, di malam hari, melewati sawah, ladang, kuburan, dan menyeberangi sungai
        Bogowonto.  Yang  membuat  merinding  adalah  di  tengah  jalan  diganggu  dan
        ditakut-takuti  oleh  pelatih  dengan  bau  bakaran  kemenyan,  suara  tangis,
        lolongan anjing liar bahkan dengan pocong yang digantungkan di pohon dekat
        kuburan. Horror sekali. Namun, berkat tekad, harga diri karena teman bisa,
        dan pengalaman masa kecil, ternyata aku bisa melewati.
        Kegiatan  lain  yang  mencekam  adalah  veerdoof  yaitu  merayap  dibawah
        hamparan  kawat  berduri,  di  bawah  lintasan  peluru  yang  ditembakkan  dari
        senapan mesin dan di kiri kanan diledakkan bom plastik. Rasanya, seperti saat
        menjalani awal prabakti.
        Dengan berakhirnya latihan ini, berarti kami sudah dinyatakan berhasil menjadi
        prajurit siap tempur yang tanggon, trengginas, dan mahir menembak.
        Masa  pendadaran  Chandradimuka  diakhiri  dengan  upacara  mengibarkan
        bendera merah putih di puncak Tidar.

        Sebagai informasi tentang  bukit Tidar, aku cuplikkan dari kisah berikut.
        Tidar  adalah  bukit  kecil  yang  misterius  ditengah  kota  Magelang.  Menurut
        legenda  yang  dipercayai  orang  Jawa,  pada  zaman  dahulu  pulau  Jawa  selalu
        bergoyang  layaknya  kapal  di  lautan.  Untuk  menghentikan  goyangan  itu,  di
        tengah pulau  perlu dipaku. Bukit Tidar diyakini sebagai tengahnya pulau Jawa,
        maka di sanalah paku harus ditancapkan.
        Konon     zaman  dulu,  penghuni Tidar bukan manusia, tetapi sekelompok  jin
        dan  demit  yang  dikomandani  oleh  Sabdo  Palon.  Nama  Tidar  diambil  dari
        akronim  “maTI”  dan  “moDAR”  yang  artinya  “meninggal”.  Siapa  pun  yang
        berani  menginjakkan  kaki  tanpa  ijin  para  jin  dan  demit  di  sana  pasti  akan
        menemui kematian.
        Kabar  itu  tersiar  sampai  ke  negeri  antah  berantah  yang  kemudian  rajanya
        mengirimkan Syech Subakir, orang kepercayaan raja yang ahli mengusir setan
        dan biasa memasang tumbal. Hal tersebut dilakukan untuk mengusir para jin

        dan  menancapkan  paku  di  puncak  bukit  Tidar.  Setibanya  di  Tidar  terjadilah
   64   65   66   67   68   69   70   71   72   73   74