Page 70 - Kisah perjalanan SUPARDI 2901_tanpa tambahan-1-1-98
P. 70

perkelahian antara Sabdo Palon dan Syech Bakir yang dimenangkan oleh Syech
        Bakir. Syech Bakir kemudian menancapkan tombak di puncak Tidar. Konon,
        sejak saat itu, goyangan pulau Jawa berhenti. Oleh karena itu, disebutlah bukit
        Tidar  sebagai  paku  dan  tempat  itu  disakralkan.  Namun,  sekarang  tidak  lagi
        menyeramkan.

        Bisa  jadi  karena  alasan  legenda  inilah  Presiden  Soekarno,  selaku  Panglima
        Tertinggi  TNI,  pada  tahun  1957  atas  usulan  AD  menyetujui  lembah  Tidar
        menjadi  tempat  penggemblengan  para  calon  pemimpin  bangsa  yang  akan

        datang, khususnya para Perwira TNI AD.
        Yang  pasti  adalah  di  lembah  Tidar  itu  berhawa  sejuk  dan  areanya  masih
        kosong, cocok untuk tempat latihan militer. Setelah lembah dan bukit Tidar
        ditetapkan  sebagai  Ksatrian  AMN,  maka  untuk  kepentingan  pendidikan,  di
        puncak  Tidar  yang  dipercayai  di  mana  dulu  ditancapkan  tombak  oleh  Syech
        Bakir  dibangun  tugu  yang  sekaligus  sebagai  tiang  bendera  dilengkapi  dengan
        lapangan upacara.
        Tidar,  bagi  para  Taruna  AMN  dan  para  alumninya  mempunyai  kesan  yang
        sangat  khusus.  Di  sana  ada  kebanggaan,  di  mana  janji  bakti  untuk  negeri
        diucapkan  dan  di  sana  juga  ada  cerita  horor  apabila  tindakan  disiplin  dari
        Taruna senior, menancapkan bendera, harus dijalankan di tengah malam.
        Di  puncak  Tidar  itulah,  di  hari  terakhir  masa  basis,  aku  dan  teman-teman
        mengikuti  upacara  menaikkian  bendera  merah  putih,  menyanyikan  lagu
        kebangsaan “Indonesia Raya”, “Hymne Taruna”, dan “Padamu Negeri”. Tentu
        ada maksud mengapa penutupan masa basis dilaksanakan di sini. Inilah akhir
        dari  masa  pendadaran  dalam  kawah  Chandradimuka  dilambangkan  dengan
        mendaki bukit Tidar hingga ke puncaknya. Dengan susah payah, tetapi kami
        akhirnya berhasil mencapai puncak.

        Hymne Taruna bukan sekedar lagu, tetapi ungkapan hati nurani, tekad, serta
        sumpah  janji  para  Taruna  AMN  yang  terus  melekat  di  hati  sanubari  selama
        hayat  masih  dikandung  badan.  Menurut  sejarahnya,  lagu  ini  diciptakan  oleh
        Kadet  Moeljono,  Taruna  MA  (Military  Accademi)  Yogyakarta,  cikal  bakal
        AMN, sekembalinya para Taruna MA itu dari daerah pertempuran Ambarawa.
        Demikian lirik lagunya,

        Biar badan hancur lebur, kita kan bertempur.
        Membela keadilan suci, kebenaran murni.
        Dibawah dwi warna panji, kita  kan berbakti.

        Mengorbankan jiwa dan raga, membela ibu pertiwi.
   65   66   67   68   69   70   71   72   73   74   75