Page 105 - Kisah perjalanan SUPARDI 2901-1-123
P. 105
Kini setelah menjadi Sermatar, aku merasakan bagaimana rasanya
menjadi raja di kampus. Tidak ada lagi Taruna yang mengawasi
kecuali diri sendiri dan Pawas efektif yang umumnya alumni AMN
juga. Aku merasakan pameo “senior can do no wrong” berlaku.
Taruna junior harus tunduk dan taat kepada kami. Kami juga
sudah diberi kebebasan untuk “izin bermalam” di luar kampus
dan pesiar keluar Garnizun, ke Yogyakarta, Semarang, Solo, dan
Purwokerto. Saatnya kami menikmati kebebasan, tetapi kami
dituntut tanggung jawab, bijak dan, dewasa.
Awal semester, tahun 1968, AMN mendapat giliran
menyelenggarakan PORAKTA, Pekan Olah Raga AKademi Tiga
Angkatan. Semula POR ini hanya diikuti oleh Taruna tiga
Angkatan yaitu AMN, AAL, dan AAU. Namun, setelah integrasi,
taruna AAK ikut bergabung. Ada insiden kecil. Terjadi keributan
antarsuporter ketika kesebelasan AMN bertanding melawan
kesebelasan AAL.. Hal ini terjadi karena supporter terprovokasi,
dipicu kekalahan tim halang rintang AMN dari tim AAL, yang
diduga AAL menggunakan jasa guna-guna.
Setelah Porakta usai, kami kembali menjalani kuliah rutin. Materi
kuliah ditingkat ini pada intinya ditujukan untuk mempersiapkan
Taruna menjadi Perwira. Materi tersebut disertai dengan
pendalaman terhadap materi ditingkat sebelumnya. Hal tersebut
dilakukan agar kualifikasi mahir sebagai Komandan Peleton dan
potensial sebagai Komandan Kompi serta mempunyai
kemampuan akademik setingkat Sarjana 1 (Terapan). Namun
sayang waktu itu belum ditetapkan kelulusan kami setingkat
Sarjana 1.
Gambar no 08, Latihan terjun.
Latihan widya yudha dll
Selain di dalam kampus, kami juga mengikuti diklat di Pusdik Para,
Batujajar Bandung untuk latihan terjun payung dan di BTC
(Batallion Training Center) Purworejo untuk latihan “Raider”.

