Page 198 - Draft Revisi BUKU TJ Reviu Bu Ning PR Ok_Kirim Pak Unan_18 Des 2024
P. 198
dalam suatu undang-undang diberlakukan sebagai sanksi terakhir setelah sanksi
administratif maupun sanksi perdata tidak dapat ditempuh lagi.
Upaya ini ditujukan agar dalam proses hukum pidana yang cukup panjang,
korban maupun pelaku kejahatan dapat memperoleh keadilan dan memberikan
kepastian hukum. Dalam asas ultimum remedium juga mengandung unsur
tujuan agar penjatuhan sanksi pidana dapat diberikan kepada orang yang tepat,
karena pelaku tindak pidana juga memiliki hak asasi manusia diantaranya hak
untuk memperoleh keadilan, hak hidup, dan hak untuk memperbaiki diri. Adanya
hak asasi manusia inilah yang pada akhirnya memunculkan adanya asas
ultimum remedium dalam penegakan hukum. Penerapan ultimum remedium ini
harus diartikan sebagai upaya (jalan tengah) yang dapat menguntungkan bagi
semua pihak, baik itu sebagai korban, sebagai pelaku maupun untuk
kepentingan masyarakat luas.
Pada dasarnya terdapat beberapa sanksi hukum baik itu tertulis maupun tidak
tertulis. Jenis sanksi hukum dapat terdiri dari:
a. sanksi moral;
b. saksi perdata; dan
c. sanksi administratif.
Jika menganggap sanksi administratif itu kurang menjerakan maka digunakan
ketentuan pidana (kriminalisasi). Penentuan sanksi administratif menjadi sanksi
pidana itu berjenjang.
Menurut Prof Sudarto, SH, dalam Bukunya "Hukum Pidana 1" hal 7 menjelaskan
Terdapat 2 (dua) delik, yaitu tentang delik formil dan delik materil adalah sebagai
berikut:
81
a. delik formil adalah delik yang perumusannya dititikberatkan kepada
perbuatan yang dilarang. Delik tersebut telah selesai dengan dilakukannya
perbuatan seperti tercantum dalam rumusan delik.
81 Prof Sudarto, SH, dalam Bukunya "Hukum Pidana 1" hal 7
198