Page 79 - SEMANTIK
P. 79
merupakan fenomena ketaksaan di dalam suatu bahasa,
termasuk bahasa Indonesia. Adapun contoh-contohnya
adalah Air susu di balas air tuba, Gajah mati meninggalkan
gading, Harimau mati meninggalkan belang, Bersatu kita
teguh bercerai kita runtuh, Sedia payung sebelum hujan, dsb.
B. Ketaksaan dalam Pemakaian Bahasa dan
Pemanfaatannya
Bentuk-bentuk taksa yang jumlahnya melimpah di
dalam bahasa ternyata sesekali atau kalau boleh dikatakan
tidak pernah mengakibatkan kebingungan para pemakai
bahasa. Hal ini disebabkan di dalam berkomunikasi,
penutur dan lawan tutur dibantu oleh konteks pemakaian
bahasa. Dengan adanya konteks, maka bentuk-bentuk yang
bersifat taksa (ambiguous), seperti polisemi dan homonimi
hanya memiliki satu kemungkinan penafsiran, seperti apa
yang dikatakan oleh Raskin (1985: 115) berikut ini:
“In bonafite communication as well, ambiguity is
quite frequent, and it may also be created by accorrence
of polysemous or homonymous words, there, however,
the proces of dissambiguation should, and usually does,
take place immediately and, ideally, only one meaning is
intended by the speaker and perceived by the hearer”.
(Di dalam komunikasi yang wajar, ketaksaan juga
sering ditemui. Bentuk-bentuk ketaksaan ini agaknya
disebabkan oleh polisemi dan homonimi. Akan tetapi,
proses penghilangan ketaksaan (disambiguasi) terjadi
secara seketika sehingga hanya satu makna yang
dimaksudkan dan dipersepsi oleh penutur dan lawan
tutur).
SEMANTIK
68 Teori dan Analisis