Page 216 - Dr. Abdul Rasyid Ridho, M.A
P. 216

Dengan demikian Syahru>r menyatakan Al-Qur’an
            adalah  korpus  yang  otonom  yang  membawa  beberapa
            implikasi, yaitu pertama,  menolak keberadaan asbabu an-

            nuzu>l dan  menganggapnya  tidak  penting,  kedua, teks

            dianggap memiliki kemandirian totalitas di mana makna
            teks  hanya  terdapat  pada  apa  yang  dikatakan,  ketiga,
            makna sebuah teks tidak lagi terikat dengan pembicaraan
            awal, dalam arti tidak terikat oleh apa yang dimaksudkan
            oleh  pengarangnya  dan  tidak  lagi  terikat  oleh  konteks
            semula. 311

                 7. Mendahulukan teori ilmiah dalam menafsirkan Al-
                   Qur’an

                   Sebagaimana sikap Syahru>r sebelumnya, bahwa di
            dalam proses menafsirkan Al-Qur’an meniadakan konteks
            sejarah  (asbabu  an-nuzu>l),  secara  tidak  langsung  bahwa
            Syahru>r  lebih  mengutamakan  teori  ilmiahnya  dalam
            menafsirkan  Al-Qur’an.  Syahru>r  terkesan  meniadakan
            riwayat  hadis{  maupun  sunnah,  seperti  hadis}  yang
            menafsirkan tentang hal yang sifatnya eskatologis seperti
            turunnya  Malaikat,  Al-Qur’an,  yang  menurut  hadis}  hal
            tersebut tidak memberikan pemahaman yang rasional dan
            sulit ditangkap akal.




                  Moders  Muslim  Intellectuals  and  the  Qur’an,  New  York:
                  Oxford University Press, 2004, hlm 263.
            311  Abdul Mustaqim, Epistimologi Tafsir Kontemporer  …, hlm.  161-
                  162.

                                       202
   211   212   213   214   215   216   217   218   219   220   221