Page 103 - hujan
P. 103
” Tapi itu berbahaya, bukan? Bagaimana jika intervensi justru merusak lapisan
stratosfer?”
” Itu tidak berbahaya.” Narasumber menggeleng, wajahnya datar. ” Tapi itu amat
sangat berbahaya. Konyol. Anda ingat per cakapan kita tiga tahun lalu? Beberapa
detik sebelum gunung meletus dan menghancurkan dua benua?”
Pembawa acara mengangguk.
” Nah, itu berarti Anda masih ingat. Saya pernah bilang, umat manusia persis
seperti virus, mereka rakus menelan sumber daya di sekitarnya, terus
berkembang biak hingga semuanya habis. Saat itu saya keliru, saya pikir obat
paling kerasnya adalah ben cana alam mematikan. Bukan. Sama sekali bukan.
Bumi sudah berkali-kali mengalami gunung meletus skala 8 VE I, tapi umat
manusia tetap bertahan, berkembang biak. Anda benar, virus tidak bisa diobati,
virus hanya bisa dihentikan oleh sesuatu yang lebih mengerikan daripada
bencana alam.”
”Sesuatu yang lebih mengerikan daripada gunung meletus skala 8? Apa itu,
Prof ?”
”Saat mereka merusak dirinya sendiri, menghancurkan dirinya sendiri, barulah
mereka akan berhenti.”
Lail menatap layar televisi sambil mengusap wajah.
” Percakapan kita mulai horor, Prof.”
” Yeah, Anda mengundang saya untuk bicara begitu, bukan?”
Lail mengembuskan napas panjang. Percakapan di televisi masih lanjut
beberapa kalimat lagi, sebelum pembawa acara menghubungi reporter di lokasi
KTT, melaporkan langsung situasi terkini.
” Hei, Lail. Kamu tidak mendengar kalimatku?” Maryam di se belah memanggil.
” Iya? Ada apa?” Lail menoleh.
” Benar, kan? Dia selalu melamun sendirian di tengah keramai an.” Maryam
tertawa. ”Aku sekamar dengan Lail di panti sosial lebih dari setahun. Dia sering
kali melamun, di bus kota, di ka mar, di sekolah. Beruntung dia tidak melamun
di kubangan lumpur tadi.”