Page 100 - hujan
P. 100
Slang air besar menyemprot tubuh Lail dan Maryam yang kotor.
Membersihkan lumpur. Mereka berdua bergegas berdiri, tertawa.
Selama tiga hari Lail dan Maryam mengikuti ujian akhir pelatihan dasar
bersama puluhan kandidat relawan lain. Malam ini adalah tes paling sulit.
Mereka harus membawa tas ransel melewati berbagai rintangan hingga tiba di
perkampungan pen duduk. Mulai dari berlari naik-turun tanjakan sejauh
sepuluh kilometer, melewati reruntuhan bangunan, merayap di seutas tali,
mendaki bukit terjal, dan terakhir kubangan lumpur sepanjang lima puluh
meter. Itu hanya kubangan buatan, hujan juga berasal dari hidran raksasa dan
petir dari nyala lampu. Tapi dinginnya malam dan kesulitan yang muncul bukan
artiJsial. Ujian itu dilakukan di lapangan luas pinggir kota, yang disulap menjadi
medan latihan Organisasi Relawan. Mereka lulus.
” Kalian selalu membuatku terkejut.” Petugas yang dulu me nyeleksi Lail dan
Maryam memberikan selamat, menyalami me reka berdua, juga relawan senior
lain.
” Baik. Semua relawan bisa kembali ke tenda masing-masing, membersihkan
diri. Kita berkumpul di ruang komando satu jam lagi. Jadwal makan malam.”
” Menyenangkan, bukan?” Maryam menyikut lengan Lail. Me reka berjalan ke
tenda mereka.
Lail menganggu sambil menggaruk-garuk kepalanya. Jemarinya menyisir
rambutnya yang masih lengket karena lumpur.
” R ambutmu tidak kutuan kan, Lail?” Maryam menggoda.
Lail tertawa.
***
Ruang komando ramai oleh percakapan. Relawan makan sambil bercakap-cakap
akrab. Ini malam terakhir serangkaian ujian. Semua wajah terlihat riang. Mereka
saling bergurau. Besok rela wan yang lulus akan menerima pin dan menjadi
anggota tetap organisasi.
Selepas makan, jadwal bebas. Beberapa relawan kembali ke tenda untuk
istirahat lebih awal, sebagian lagi menghabiskan segelas cokelat panas di ruang