Page 99 - hujan
P. 99
” Bagaimana dengan peralatan medis dan obat-obatannya? Rusak jika terendam
lumpur.”
Maryam meloloskan ranselnya, lantas meletakkannya di atas kepala.
” Maju, Lail! Hanya kita harapan penduduk.”
Maryam dengan gagah menerobos kubangan lumpur.
Lail mengeluh, tidak percaya melihat teman baiknya meng ambil keputusan gila
itu. Bagaimana kalau mereka malah ter jebak di kubangan? Tidak bisa bergerak?
Baiklah, Lail melolos kan ransel beratnya, meletakkannya di atas kepala. Ikut
maju.
Sepuluh meter maju, kubangan lumpur sudah setinggi dada. Maryam
menggigit bibirnya, dengan tekad kokoh dia terus maju. Di belakang, gerakan
Lail lebih lambat, kakinya sudah berat dilangkahkan.
Tinggal sepuluh meter lagi kubangan lumpur itu. Maryam ber teriak, memaksa
sisa-sisa tenaganya. Kubangan sudah men capai pundaknya, tangannya teracung
tinggi menopang ransel. Diiringi teriakan kencangnya, Maryam berhasil
melewati ku bangan lumpur, bergegas meletakkan ransel di rerumputan, me-
mastikan ransel itu aman, kemudian kembali menolong Lail yang sudah tidak
bisa maju.
”Ayo, Lail! Sedikit lagi!” Maryam menarik teman baiknya.
Lail mengangguk. Dengan bantuan Maryam, dia bisa kembali maju.
Lima belas menit, akhirnya mereka tiba di rerumputan. Lail meletakkan ransel,
terduduk kelelahan.
Mereka saling tatap, tertawa. Mereka berhasil melewati ku bangan lumpur.
Perkampungan penduduk sudah dekat. Meraka bisa mengantar peralatan medis
dan obat-obatan di lokasi ben cana.
Suara tepuk tangan terdengar.
Puluhan relawan lain mendekati lokasi simulasi.
” Bravo!” salah satu relawan senior yang memegang pengeras suara berseru.
” Kalian berhasil mencatat rekor baru. Tidak ada yang bisa melewati kubangan
lumpur di bawah 45 menit.”