Page 178 - hujan
P. 178
menonton,” yang lain menimpali.
” Mereka tidak akan peduli,” relawan senior lainnya ikut ber diskusi. ”Setahun
lalu saat mereka meminta persetujuan inter vensi lapisan stratosfer, negara-
negara tropis menolaknya. Dan situasi semakin rumit karena mereka juga tidak
terima disalah kan begitu saja atas bergesernya iklim ekstrem ke ekuator. Argu-
men mereka selalu sama dalam setiap pertemuan. Jika kita ingin bebas dari suhu
ekstrem, ikuti saja cara mereka.”
” Kalau aku yang memutuskannya, aku sudah mengirim pe sawat ulang-alik
sekarang juga,” Maryam ikut berkomentar—komentar yang sama dari Maryam
beberapa bulan terakhir.
Sebagian besar peserta brie;ng mengangguk setuju. Hanya sedikit relawan di
ruang brie;ng yang menggeleng.
Lail hanya diam, memperhatikan. Dalam suasana paceklik yang semakin
mengenaskan, jumlah penduduk yang meminta agar pesawat ulang-alik berisi
anti gas sulfur dioksida dikirim ke angkasa semakin banyak. Mereka tidak lagi
peduli soal akibat jangka panjang dari intervensi itu. Mereka hanya peduli, besok
mereka makan apa?
Sepulang dari markas Organisasi Relawan, Lail dan Maryam menyempatkan
mampir di air mancur kota Central Park. Tidak ada siapa-siapa di sana. Air
mancur itu tidak ber operasi, di selimuti salju tebal, tidak ada burung-burung
merpati yang biasanya hinggap di pelataran. Pohon-pohon di se kitar mereka ter-
lihat putih, juga bunga di sekelilingnya.
Lail duduk di bangku taman setelah memindahkan se tumpuk besar salju.
Apa kabar Esok? Apa kabar Ibu Kota? Apakah di taman kincir raksasa juga
diselimuti salju tebal? Maryam duduk di sebelah nya, menghela napas. Mereka
berdua berdiam diri. Entah hingga kapan kota mereka bisa bertahan di tengah
paceklik bahan pangan.
Satu bulan berlalu lagi, kerusuhan besar akhirnya melanda kota.
Penduduk mengamuk di lokasi pembagian makanan. Marinir tidak mampu
mengendalikannya. Kepulan asap membubung dari berbagai penjuru kota.