Page 183 - hujan
P. 183
23
2
RUANGAN 4 x 4 m dengan pualam tanpa cacat itu kembali lengang.
Bando logam di kepala gadis usia dua puluh satu tahun terus mendesing pelan.
Di layar tablet Elijah dalam peta saraf otak yang dua pertiga hampir utuh
muncul selarik benang merah. Terang. Itu berarti kenangan buruk.
”Aku juga tidak setuju atas intervensi itu, Lail.” Elijah meng hela napas panjang.
” Tapi saat itu aku perawat yang bekerja di rumah sakit Ibu Kota. Mungkin tidak
sebanding dengan pengalamanmu di Sektor 1. Tapi setiap hari, di rumah sakit,
sejak musim dingin melanda kota, selalu ada anak-anak me ninggal karena
kelaparan, orang tua sakit tidak tertolong. Kamu pasti tahu, proses pe nyembuh-
an membutuhkan asupan gizi. R ansum makanan di rumah sakit sangat terbatas,
kadang hanya membagikan kuah kaldu. Mereka hanya ‘makan’ air.”
Gadis di atas sofa hijau mengangguk samar.
” Itu keputusan yang sangat sulit. Serbasalah. Karena sekalipun intervensi tidak
dilakukan, tidak akan ada yang bisa bertahan seratus tahun dalam musim dingin
ekstrem.”
Elijah melirik jam di sudut layar tabletnya. Pukul tiga dini hari. Mereka sudah
hampir tujuh jam di ruangan itu. Fase ini ha rus diselesaikan agar peta saraf yang
ter bentuk akurat. Meski pun lambat, terhenti di sana-sini, cerita harus selesai.
Elijah pernah menangani pasien yang menghabis kan waktu 24 jam ber cerita,
makan dan minum dilakukan di atas sofa hijau, dengan masih menggunakan
bando.
Masih sepertiga lagi peta saraf di layar tablet akan utuh.