Page 187 - hujan
P. 187

buku  yang  pernah  dia  baca.  Dia  bahkan  tidak  menyebut  nama  Soke  Bahtera.

                Kenapa Lail ke beratan?

                  ”Orang   kuat   itu   bukan   karena   dia   memang   kuat,   melainkan   karena   dia   bisa
                lapang melepaskan....”

                  Lail   melompat,   tangannya    berusaha   menutup     mulut   Maryam,    menyuruhnya

                diam.  Maryam  tertawa,  menghindar,  dua  teman  se kamar  itu  jadi  bertengkar  di
                atas bus, bergulat di atas bang ku.

                  ” Hei!   Hei!”   sopir   menghentikan   busnya,   berteriak   jengkel.   ”Aku   tahu   siapa

                kalian   berdua.   Setiap   kali   menaiki   bus   ini   kalian   membuat   keributan.   Turun!
                Kalian berdua harus turun!”

                  Sore itu Lail dan Maryam terpaksa berjalan kaki pulang ke asrama sekolah.

                                                            ***
                Percakapan  dengan  ibu  Esok  saat  membuat  kue  membuat  Lail  berpikir  banyak

                seminggu kemudian.

                  Kenapa  Esok  tidak  memberitahunya  bahwa  dia  akan  diwisuda  tiga  bulan  lagi?
                Kenapa    Esok   selama   ini   tidak   pernah   me nelepon nya?   Dan   pertanyaan   paling

                penting adalah: Apakah Esok me nyukainya seperti dia menyukai Esok? Atau dia

                hanya   di anggap   sebagai   anak   yang   pernah   diselamatkan?   Hanya    itu?   Jangan-
                jangan    dia   terlalu   banyak   berharap.   Esok    hanya    menganggapnya       begitu.

                Kebersamaan      mereka   selama   ini   juga   sekadar   teman   biasa,   yang   tidak   sengaja

                bertemu saat berada di lorong kereta.

                  ” Esok  jelas  menyukaimu,  Lail.”  Maryam  yang  melihat  Lail  hanya  melamun  di
                kamar, bicara.

                  Lail menoleh.
                  ”Ayolah,   kamu    sudah   seminggu     ini   jadi   pendiam   sekali.   Selalu   melamun.

                Seolah aku hanya patung di kamar ini.”

                  Lail menatap Maryam lamat-lamat.

                  ”Aku tahu apa yang kamu pikirkan, Lail. Esok menyukaimu. Itu jelas sekali.”
                  Lail menunduk, menatap kasur.

                  ” Dan   soal   kenapa   dia   tidak   meneleponmu,   hei,   kenapa   kamu   justru   tidak
   182   183   184   185   186   187   188   189   190   191   192