Page 191 - hujan
P. 191

” E-sok?”

                  ” Iya,   ini   aku.   Atau   kamu   perlu   mengetesku   untuk   me masti kannya?”   Esok

                tertawa, bergurau.
                  Maryam di ranjangnya terlihat menggeliat. Lail menoleh.

                  ” Maryam    sudah   tidur?”   Esok   bertanya   dengan   suara   lebih   pelan   agar   tidak

                mengganggu.
                  Lail mengangguk. Maryam kembali memeluk guling.

                  ”Selamat, Lail, kamu lulus semua mata kuliah tahun kedua.” Esok tersenyum.

                  ” Bagaimana kamu tahu?” Lail menyelidik.
                  ” Tentu  saja  aku  tahu.  Informasi  sistem  pendidikan  bisa  di akses  siapa  pun.  Apa

                kabarmu?”

                  ” Buruk,” Lail menjawab terus terang.
                  Esok   terdiam,   menatap    kamera   di   tabletnya   lamat-lamat.   Dia   tahu   maksud

                ” buruk” dari kalimat Lail.

                  ”Aku  sungguh  minta  maaf  baru  meneleponmu  sekarang.”  Suara  Esok  terhenti
                sebentar.   ”Aku   tidak   ingin   mengganggu   kon sentrasi   ujianmu.   Aku   juga   harus

                memastikan banyak hal.”

                  Lail  menghela  napas  samar.  Maryam  mungkin  benar,  Esok  me nunggu  waktu
                terbaik   menelepon.     Meski   saat   itu   Lail   tidak   tahu   bahwa   yang   dimaksud

                ”memastikan banyak hal” berbeda dari yang dipikirkannya.

                  ” Kamu sepertinya sudah tahu aku akan wisuda?”

                  Lail mengangguk. ” Dari ibumu.”
                  ”Apakah kamu mau datang ke Ibu Kota, Lail? Aku akan senang jika kamu mau

                menghadirinya.” Esok tersenyum.
                  Itu  tawaran  yang  ditunggu-tunggu  Lail  sejak  tiga  bulan  lalu.  Jika  saja  Maryam

                tidak   tidur   di   ranjang   seberang,   Lail   sudah   ber sorak   kencang.   Tawaran   itu

                sekaligus   menyiram    seluruh   pro ses   menunggunya.    Malam-malam       susah   tidur,

                pikiran-pikiran bu ruk, semuanya berguguran.
                  ” Kamu mau datang, Lail?”

                  Lail mengangguk kuat-kuat. Lihatlah, matanya bahkan ber air.
   186   187   188   189   190   191   192   193   194   195   196