Page 193 - hujan
P. 193
24
SAAT itu usia Lail dua puluh tahun, masuk tahun ketiga sekolah
keperawatan. Usia Esok dua puluh dua tahun, baru saja menyelesaikan
pendidikan level 5.
Maryam tentu saja menyambar cepat ide liburan ke Ibu Kota. Dia juga dengan
cepat menyepakati perjanjian tidak akan meng goda Lail soal Esok selama di Ibu
Kota. Maryam meng angkat tangannya. ”Aku berjanji... Tapi sebenarnya, aku
tidak pernah menggodamu soal itu, Lail. Aku justru sedang mem bantumu.
Kamu saja yang merasa itu...”
Lail melotot, menyuruh Maryam diam.
Maryam mengangkat bahu. Baiklah, demi bisa ikut ke Ibu Kota, dia bisa diam.
Satu hari sebelum jadwal wisuda, Lail dan Maryam berangkat naik kereta
cepat. Mereka telah memesan hotel di Ibu Kota. Bu kan hotel bagus seperti saat
mereka dulu mendapatkan peng hargaan, tapi hotel ini lebih dari memadai,
nyaman, dan yang paling penting dekat dengan universitas, tempat wisuda Esok.
Perjalanan kereta cepat lancar. Dari balik jendela, Lail bisa melihat seluruh
negeri telah pulih dari musim dingin, enam bu lan sejak pesawat ulang-alik
diluncurkan. Hamparan sawah meng hijau, beberapa robot terlihat bekerja
membajak tanah, robot lain bergerak membersihkan gulma, juga mesin yang
meng atur debit air. Kereta cepat juga melewati hamparan peternakan, ribuan
sapi, kamera-kamera terbang yang mengawasi sapi. Tidak terhitung bangunan
ternak unggas, pasokan telur melimpah. Perkampungan yang dulu lengang,
kembali dihuni penduduk. Rumah-rumah baru dibangun. Kota-kota kecil yang