Page 192 - hujan
P. 192

” Kamu menangis, Lail? Ada apa?” Esok bertanya.

                  Lail mengangguk. Kemudian tertawa pelan.

                  ”Aku senang mendengar kamu akan wisuda, Esok. Hanya itu.”
                  Esok  tersenyum.  ” Kamu  selalu  sena ng  mendengar  kabar  dari ku.  Bahkan  meski

                itu membuatku harus meninggalkan kota, kamu tetap ikut senang.”

                  Diam  sejenak.  Lail  menyeka  matanya,  menoleh  ke  arah  lain.  Esok  mengusap
                rambutnya      yang   semakin    panjang.   Wajah    Esok    terlihat   lelah.   Pakaiannya

                berantakan.    Di   belakangnya   lebih   ba nyak   lagi   belalai   robot   yang   hilir-mudik,

                sepertinya sedang me ngerjakan benda raksasa.
                  Mereka    masih   bicara   setengah   jam   kemudian,    berbicara   tentang   kolam   air

                mancur     yang   kembali   indah   pada   musim    semi.   Lail   mengetuk   layar   tablet,

                mengirim     foto-foto   kolam   air   mancur   itu.   Esok   bisa   melihatnya   sambil   terus
                menelepon.  Lail  berbicara  tentang  toko  kue  dan  kue-kue  yang  dibuat  ibu  Esok.

                Terakhir mereka bicara tentang lubang tangga darurat  kereta  bawah  tanah.  Esok

                minta    maaf   tidak   bisa   menemani    Lail   mengunjungi    tempat    itu   dua   tahun
                terakhir.

                  ”Aku   harus   kembali    bekerja,   Lail.   Izin   meneleponku    sudah   habis,”   Esok

                memberitahu. ” Kami hampir menyelesaikan seluruh kapal.”
                  Kapal? Lail hendak bertanya soal itu, tapi batal.

                  ” Jika kamu mau, ibu angkatku bisa mengurus keberangkat an mu ke Ibu Kota.”

                  Lail menggeleng buru-buru. ”Aku tidak mau merepotkan mereka.”

                  ” Tapi mereka akan kecewa jika tahu kamu berangkat sendiri an. Mereka....”
                  ”Aku  tidak  akan  berangkat  sendirian.  Maryam  mungkin  ikut.  Kami  sekaligus

                bisa liburan di Ibu Kota. Maryam selalu bilang ingin berlibur.”
                  Esok mengangguk. Itu ide bagus.

                  ”Bye, Lail. Selamat tidur.”

                  ”Bye,  Esok.”  Lail  mengangguk.  Dia  ingin  menambahkan  kali mat,  ”Miss         you.”

                Tapi kalimat itu terhenti di kerongkongan.
                  Esok  melambaikan  tangan.  Lail  pelan  mengetuk  layar  tablet nya,  gambar  Esok

                hilang.
   187   188   189   190   191   192   193   194   195   196   197