Page 190 - hujan
P. 190

tersenyum lebar. Lail ingat sekali momen itu, salah satu memori terbaiknya.

                  Tetapi  kenapa  Esok  tidak  meneleponnya?  Seolah  sama  sekali  tidak  ada  waktu

                sedikit pun? Dan libur hanya sehari dalam setahun? Jenis kuliah apa yang seperti
                itu?   Ribuan   mahasiswa    lain   memperoleh   libur   panjang.   Baiklah.   Esok   sedang

                sibuk me ngerjakan proyek penting bersama profesornya, tapi jenis pe kerja an apa

                yang  membuat  seseorang  bekerja  24  jam  dalam  sehari,  365  hari  dalam  setahun?
                Ada  banyak  hal  yang  tidak  dimengerti  Lail  dalam  hubungan  mereka.  Apakah

                Esok  memang  me nyukai nya?  Pemuda  itu  memang  selalu  mengenakan  topi  biru

                itu  tiap  kali  ber temu,  selalu  terlihat  riang,  memperhatikannya  penuh,  tapi  dalam
                banyak  hal  justru  Lail  merasa  sebaliknya.  Sepertinya  Esok  sedang  membangun

                jarak, menyimpan sesuatu.

                  Tidak ada kabar. Tidak ada berita. Tidak ada kepastian.
                  Lail tidak tertarik menghabiskan waktu berlibur. Dia tetap ingin tinggal di kota

                ini   karena   masih   berharap   Esok   akan   mem beritahunya    soal   wisuda   itu   pada

                hari-hari   terakhir.   Lail   punya   tabungan,   meski   sedikit,   Organisasi   Relawan
                memberikan  uang  saku  bagi  relawan.  Jika  Esok  menginginkan  Lail  datang,  Lail

                bisa pergi ke Ibu Kota, menghadiri acara wisuda.

                  Jika  tetap  tidak  ada  kabar  dari  Esok,  maka  salah  satu  pilihan  terbaik  bagi  Lail
                adalah  membantu  Ibu  Suri  di  panti  sosial.  Ada  banyak  hal  bisa  dikerjakan  di

                sana.

                                                            ***

                Larut malam, pukul satu, Lail belum bisa tidur.
                  Saat  dia  menghela  napas  gelisah  kesekian  kali,  kabar  yang  ditunggu-tunggu  itu

                akhirnya tiba.
                  Tablet Lail bergetar. Panggilan telepon masuk.

                  Lail   beringsut   meraih   tablet.   Siapa   yang   meneleponnya   selarut   ini?   Maryam

                sudah tertidur lelap di ranjang seberang, men dengkur.

                  Lail malas-malasan mengetuk layar tablet.
                  ” Halo, Lail.” Wajah Esok muncul di layar.

                  Lail hampir tersedak saking kagetnya.
   185   186   187   188   189   190   191   192   193   194   195