Page 174 - hujan
P. 174

”Ada apa, Lail? Kenapa kamu malah ke sini?” Maryam me natapnya.

                  ”Sinyalnya  hilang.  Aduh.  Bagaimana  ini?”  Lail  panik.  Dia  baru  bicara  sebentar

                dengan    Esok.   Masih    banyak   yang   hendak   di sampai kannya.    Dia   juga   belum
                mendengar  cerita  Esok,  apa  yang  dilakukan  Esok  setahun  terakhir  di  Ibu  Kota.

                Aduh.

                  Sebenarnya,  kalau  ingin  menurut  rasa  sebalnya,  Maryam  ingin  menggoda  Lail,
                bilang  bahwa  sinyal  itu  hilang  gara-gara  Lail  telah  mengusirnya  dari  tenda  tadi.

                Tapi demi melihat wajah sedih Lail, Maryam batal melakukannya. Lihatlah, Lail

                terus  berusaha  mati-matian  mencari  sinyal,  hingga  naik  ke  atas  meja,  agar  bisa
                tersambung lagi dengan Esok.

                  Benarlah  kata-kata  yang  pernah  Maryam  baca  di  buku.  Bagi  orang-orang  yang

                sedang  menyimpan  perasaan,  ternyata  bukan  soal  besok  kiamat  saja  yang  bisa
                membuatnya      panik,   susah   hati.   Cukup   hal   kecil   seperti   jaringan   komunikasi

                terputus, genap su dah untuk membuatnya nelangsa.

                                                            ***
                Tapi Lail tetap bisa tidur nyenyak malam itu.

                  Satu   jam   saat   sinyal   kembali,   dia   menerima   pesan   dari   Esok   dan   bergegas

                membacanya.
                  ”Hai,  Lail,  aku  tahu  sinyal  di  Sektor  1  hilang.  Aku  bisa  melihat nya  dari  sistem.

                Aku  harus  kembali  bekerja.  Profesor  memaksa  kami  menyelesaikan  modul  terakhir

                minggu  ini  agar  tes  bisa  dilaku kan  bulan  depan.  Sekali  lagi  aku  minta  maaf  tidak

                bisa pulang liburan sekolah. Kapan pun aku mendapat izin pulang, aku akan berlari
                pulang   ke   kota   kita,   menemanimu   pergi   ke   lubang   tangga   darurat   kereta   bawah

                tanah. Semoga kamu baik-baik saja. Miss you.”
                  Lail  membalas  pesan  itu  pendek:  ”Iya.  Tidak  apa.  Semoga  kamu  juga  baik-baik

                saja di sana.”

                  Lail   awalnya   hendak    menambahkan       kalimat   ”Miss    you   too.”   Tapi   setelah

                berkali-kali membacanya, kalimat itu akhirnya dia hapus.
                  Lail meletakkan tablet, menarik selimut, dan beranjak tidur.

                  Percakapan     tiga   puluh   menit    tadi   lebih   dari   cukup   sebagai   peng ganti
   169   170   171   172   173   174   175   176   177   178   179