Page 170 - hujan
P. 170
sangat baik padanya.
Dia membutuhkan seluruh kesibukan selama liburan agar bisa mengusir
pikiran-pikiran itu. Dan sekarang, dia lebih baik ber usaha memejamkan mata,
memaksakan tidur, sudah larut ma lam.
***
Kabar baiknya, dua hari kemudian Lail dan Maryam mendapat telepon dari
markas Organisasi Relawan, penugasan ketiga mereka. Sektor 1. Lokasi paling
serius. Hanya relawan terbaik yang dikirim ke sana.
Mereka berkemas-kemas, membawa pakaian tebal, sarung tangan, syal,
penutup kepala, dan sepatu bot. R ansel mereka penuh sesak.
Lima puluh relawan berkumpul di peron dua stasiun kota, me numpang kereta
cepat, perjalanan delapan jam. Turun dari kereta, pindah ke atas truk marinir,
perjalanan tiga jam. Saat truk berhenti, Lail berpikir mereka sudah tiba, tapi itu
baru posko transit menuju Sektor 1. Relawan diberikan kesempatan istirahat,
makan malam, kemudian melanjutkan lagi perjalanan selama enam jam. Baru
tiba di lokasi Jnal pukul dua malam. Sudah terlalu larut, brie;ng ditunda besok
pagi. Mereka menuju tenda masing-masing.
R asanya baru sekejap Lail merebahkan badan di kasur tipis, Maryam sudah
membangunkan, mengajaknya ke tenda komando. Brie;ng pertama telah
menunggu.
Saat melangkah keluar dari tenda, pemandangan menyedihkan terlihat. Kota
itu ada di tengah padang rumput. Sebelum gempa enam tahun lalu, kota itu
pusat peternakan terbesar. Puluhan ribu sapi digembalakan di padang rumput.
R atusan ribu ton daging segar dan jutaan liter susu dikirim ke seluruh negeri
dari kota itu. Gempa bumi menghancurkan seluruh kota, perubahan iklim
menghabisi padang rumput.
Tidak ada yang tersisa.
Infrastruktur kota hancur, jalanan rusak, jaringan komunikasi terbatas, kadang
sinyalnya ada, lebih sering hilang. Tambahkan setahun terakhir, sejak salju
turun, benar-benar tidak ada yang tersisa. Padang rumput berganti padang salju.