Page 168 - hujan
P. 168
pangan tidak lama. Ibu senang sekali kalian ber sedia menemani orang tua ini
seharian.”
Lail dan Maryam mengangguk, beranjak meninggalkan toko.
***
” Kalau aku yang memutuskan, malam ini juga pesawat ulang-alik itu aku
luncurkan, Lail!” Maryam berseru sebal. Suara me lengkingnya terdengar hingga
depan bus. Beruntung bus kota rute 12 kosong.
Lail tidak menanggapi. Dia masih memikirkan Esok. Jika Esok tidak pulang
saat liburan, itu berarti tidak ada ke sempatan baginya untuk bertemu. Keajaiban
seperti tahun lalu, ketika dia tiba-tiba diundang pergi ke Ibu Kota tidak akan
terjadi dua kali.
” Lail, kamu mendengar kalimatku, kan?” Maryam menjawil lengan Lail, sebal
tidak diacuhkan.
”Aku mendengarnya, Maryam.”
Maryam menyeringai, nafsu untuk menggoda Lail kembali datang. ” Kamu
sepertinya melamun sedih karena Soke Bahtera tidak pulang liburan ini, kan?”
Lail menoleh cepat. ” Kamu sudah berjanji tidak akan membahas soal itu.”
”Oke, aku memang berjanji, tapi hanya di toko kue. Kita sudah di bus, bukan?”
Maryam mengangkat bahu.
Lail melotot.
” Kamu mencintai Soke Bahtera, kan?” Maryam tetap menerus kan.
Lail semakin melotot.
” Kamu tahu, Lail, ciri-ciri orang yang sedang jatuh cinta adalah merasa bahagia
dan sakit pada waktu bersamaan. Merasa yakin dan ragu dalam satu hela napas.
Merasa senang sekaligus cemas menunggu hari esok. Tak pelak lagi, kamu
sedang jatuh cinta jika meng alami nya...”
” Eh, Lail, aku hanya bergurau.” Maryam tertawa, berusaha meng hindar dari
tangan Lail yang berusaha menutup mulut nya.
Lail tidak peduli. Dia kesal, hendak menyumpal mulut Maryam agar berhenti
mengganggunya.