Page 165 - hujan
P. 165
”Apakah setiap kejadian penting dalam hidupmu terjadi saat hujan?”
Lail mengangguk. Belum mengerti arah percakapan.
” Kalau begitu, itu kabar buruk bagimu, Lail.”
Kabar buruk? Lail menatap wajah jerawatan Maryam yang ter lihat mulai
menyebalkan.
” Iya, kabar buruk. Jangan pernah jatuh cinta saat hujan, Lail. Karena ketika
besok lusa kamu patah hati, setiap kali hujan turun, kamu akan terkenang
dengan kejadian menyakitkan itu. Masuk akal, bukan?”
Lail menelan ludah. Maryam sedang menyindirnya.
” Nah, bukankah kamu jatuh cinta pada Soke Bahtera saat gerimis? Waktu-
waktu terbaikmu bersamanya juga saat hu jan, kan? Kabar buruk bagimu jika
Soke Bahtera ternyata mencintai Claudia. Aku tidak bisa membayangkan betapa
sakitnya kamu setiap kali hujan turun, mengenang semuanya.” Maryam nye ngir
lebar, sama sekali merasa tidak berdosa.
Sebagai pelampiasan rasa kesalnya mendengar sindiran Maryam, Lail
menyiramnya dengan air tempias dari atap halte.
” Eh, Lail. Aku hanya bergurau.” Maryam lompat menghindar, tertawa.
Lail tetap mengejarnya, menjadi tontonan penumpang lain di halte.
Tidak hanya sekali itu Maryam mengganggu Lail. Bahkan saat di kamar
asrama, saat sedang tekun menye lesai kan tugas mata kuliah.
” Lail, kamu tahu kenapa kita mengenang banyak hal saat hujan turun?”
Maryam tiba-tiba menceletuk bertanya.
Lail menoleh, menggeleng.
” Karena kenangan sama seperti hujan. Ketika dia datang, kita tidak bisa
menghentikannya. Bagaimana kita akan menghentika n tetes air yang turun dari
langit? Hanya bisa ditunggu, hingga se lesai dengan sendirinya,” Maryam berkata
seolah sedang serius. ” Masuk akal, bukan?”
Lail mengangguk. Itu masuk akal.
” Nah, itulah kenapa kamu selalu suka hujan selama ini. Aku sekarang paham.
Karena setiap kali menatap hujan, kamu bisa me ngenang banyak hal indah