Page 162 - hujan
P. 162
kesedihannya. Maka, tanpa berpikir panjang dia meng angguk.
l
”Malam itu, saat purnama tertutup awan, peri mengambil se uruh kesedihan milik
j
raksasa dengan cara mengubah raksasa itu men adi batu. Saking besarnya tubuh
j
raksasa, batu itu men adi sebuah pulau. Seketika tubuhnya membatu. Badai reda,
awan hitam pergi. Seluruh kesedihan telah hilang.”
Maryam menatap Lail setelah menyelesaikan cerita. ” Menarik, bukan? Kisah
ini aku baca lengkap saat di panti sosial. Bukunya tebal. Mitos. Legenda. Aku
teringat lagi karena profesor tadi mem bahas tentang modiJkasi ingatan. Aku
akan menulis paper ten tang itu. Apakah kita akan memilih melupakan atau
mengenang semua hal menyakitkan.”
Lail mengembuskan napas. ”Aku tidak terlalu suka kuliah tadi.”
” Kenapa?”
” Itu bukan sesuatu yang nyaman dibicarakan. Kita bicara tentang menghapus
ingatan. Bahkan menyakitkan saat men dengar nya. Itu bukan seperti terapi
mengobati luka di kaki atau kan ker, yang ketika lukanya sembuh, maka tidak
ada yang hilang. Teknologi tadi tentang meng obati luka di hati. Kenangan. Yang
ketika sembuh, justru kenangan itu hilang.”
” Tetapi teknologi tadi tidak buruk. Bisa membantu banyak orang. Andai
raksasa dalam cerita tadi tahu ada solusi lain selain bertemu dengan peri laut, dia
mungkin tidak perlu men jadi batu. Iya, kan?” Maryam bicara sambil
menghabiskan sup di mangkuknya.
Lail terdiam.
” Kalau kamu dalam posisi raksasa itu, apakah kamu akan memilih menjadi
batu, Lail?”
Lail menggeleng. ” Itu tidak menarik dibicarakan, Maryam.”
Waktu istirahat mereka habis, saatnya menuju kelas berikut nya.