Page 161 - hujan
P. 161

layar sentuh di meja.

                  ”Cerita apa?” Lail menghirup kuah sup.

                  ”Sebentar.  Aku  lupa  di  mana  cerita  itu.”  Jemari  tangan  Maryam  mengetikkan
                sesuatu.  Dia  sedang  menyambungkan  meja  makan  ke  hard  disk  pribadi  miliknya

                di kamar sekolah asrama.

                  ”Oke, ketemu,” Maryam berkata pelan, siap membaca.
                  Lail menghentikan gerakan tangannya, mendengarkan.

                  ”Ada sebuah legenda yang pantas didengar kembali.

                  ”Alkisah,  ada  seorang  raksasa  patah  hati.  Sebuah  tragedi  melukai  hatinya.  Raksasa
                itu   berlari   ke   tengah   lautan   yang   dalamnya   hanya   sebatas   pinggangnya—saking

                besarnya   raksasa   itu.   Dia   menangis   tersedu   di   sana,   memukul- mukul   nestapa

                permukaan laut. Meraung. Menggerung.
                  ”Berhari-hari  kesedihan  itu  menguar  pekat.  Raksasa  yang  sedih  mem buat  ombak

                lautan  menjadi  tinggi.  Awan  hitam  bergulung.  Petir  dan  guntur  menyalak  di  antara

                                                    l
                raung   kesedihannya.    Badai   me anda   pesisir.   Kekacauan   terjadi   di   mana- mana.
                Sungguh  malang  nasib  raksasa  itu,  kesedihannya  seperti  kabar  buruk  bagi  sekitar.

                Pen duduk  tahu  betapa  menderitanya  raksasa.  Tapi  mereka  tidak  bisa  berbuat  apa

                pun.
                  ”Setelah  sembilan  belas  hari  raksasa  itu  masih  menangis  di  tengah  lautan,  peri  laut

                memutuskan  melakukan  sesuatu  karena  tempat  tinggal  mereka  di  laut  dalam  juga

                terganggu.   Peri   menemui   raksasa.   Me nawarkan    sebuah   solusi   yang   tidak   pernah

                terpikirkan. Bagaimana cara menghilangkan kesedihan sang raksasa.
                  ”’Aku  tahu  betapa  sesaknya  rasa  sakit  itu.  Setiap  hela  napas.  Setiap  detik.  Laksana

                ada  beban  yang  menindih  hati  kita.  Tangisan  mem buatnya  semakin  perih.  Ingatan
                itu terus kembali, kembali, dan kembali. Kau  tidak berdaya mengusirnya, bukan?’

                  ”Sebagai jawaban, raksasa tersedu lebih kencang.

                  ”’Aku  bisa  membuat  seluruh  kesedihan  itu   pergi  selama-lamanya.  Tapi  harganya

                sangat   mahal.   Apakah    kau   sungguh-sungguh     ingin   meng hapus   kenangan    yang
                menyakitkan itu?’ peri menawarkan obat terbaik.

                  ”Raksasa  sudah  tidak  tahan  lagi.  Dia  ingin  melenyapkan  seluruh  ingatan,  seluruh
   156   157   158   159   160   161   162   163   164   165   166