Page 157 - hujan
P. 157
20
LAIL dan Maryam mulai menyesuaikan diri dengan sekolah baru. Mereka
mengenakan seragam sekolah perawat. Tidak ber warna putih, tapi oranye
seperti seragam relawan. Maryam suka dengan seragamnya. Mereka bisa
bergerak gesit. Teknologi pakai an sudah maju pesat, antiair, antiangin, bahkan
beberapa pakaian sudah didesain antiapi, dengan tingkat kenyamanan tinggi
seperti mengenakan pakaian kasual.
Pakaian juga bisa dipesan secara online, dengan memasukkan data postur
tubuh, warna, dan aksesori. Mesin jahit generasi ter akhir akan ”mencetak”
pakaian itu semudah printer men cetak dokumen. Toko pakaian atau butik-butik
masih ada, memajang tren terkini, tapi itu hanya untuk memenuhi ke biasaan
lama, ketika orang lebih suka membeli baju setelah me mastikan bentuk Jsiknya,
termasuk mencobanya. Di luar itu, pakaian bisa dibuat instan, seketika.
Lail dan Maryam juga menyukai asrama sekolah. Mereka te tap sekamar,
dengan kamar yang lebih luas dibanding panti sosial. Ada dua tempat tidur
terpisah, lemari, dan meja belajar yang ditanam di dinding dan lantai. Cukup
mengetuk tombol di layar tablet untuk mengeluarkannya. Teknologi furnitur,
peralat an rumah tangga, juga tidak ketinggalan. Ruangan yang terlihat kosong
kemungkinan memiliki perabotan superlengkap ketika diaktifkan.
Semua kebutuhan di asrama ditanggung sekolah. Bahkan bagi penduduk yang
memegang Lisensi Kelas D Sistem Pendidikan—level paling rendah—semua
biaya sekolah ditanggung peme rintah. Mereka cukup memastikan lulus seleksi.
Penghuni asrama yang hampir sepantar juga mendukung proses belajar