Page 152 - hujan
P. 152

***

                Selama  dua  hari  kemudian  Lail  dan  Maryam  mengikuti  rangkai an  acara  di  Ibu

                Kota  yang  telah  disiapkan  Organisasi  Relawan.  Mereka  menjadi  pembicara  di
                beberapa     acara,   menceritakan    pengalaman      mereka    di   hadapan    anak-anak

                sekolah,  mengikuti  per temuan  antarrelawan,  dan  menghadiri  undangan  kantor

                peme rintah.    Anting   logam   perak   yang   mereka   kenakan    membantu      Lail   dan
                Maryam melewatinya dengan baik.

                  Hingga    jadwal   pulang,   Lail   tidak   bertemu   lagi   dengan   Esok   yang   kembali

                tenggelam     dalam    proyek   mesinnya.     Ketika   Esok    bilang   banyak    ilmuwan
                terkemuka     sedang    bekerja   menaklukkan     masalah    umat    manusia,    maka   dia

                adalah  bagian  dari  ilmuwan  itu.  Dua  tahun  terakhir,  hanya  diketahui  segelintir

                orang,  Esok  ber gabung  dalam  proyek  pembuatan  mesin  raksasa.  Dia  berada  di
                gerbong    terdepan,    berjibaku   mengejar    waktu    dan   dikejar   waktu.   Sebelum

                semuanya  terlambat  dan  kehidupan  di  muka  bumi  ter ancam  punah.  Usia  Esok

                dua    puluh,     tahun    terakhir    di   kampus nya.      Sebetulnya,     Esok    sudah
                menyelesaikan  seluruh  materi  kuliah  enam  bulan  tiba  di  sana.  Lail  belum  tahu

                fakta itu, bahwa kuliah Esok hanya kamuKase, bahwa sepuluh anak muda paling

                brilian dikumpulkan.
                  Lail  dan  Maryam  pulang  ke  kota  mereka  setelah  semua  rangkaian  acara  selesai.

                Mereka    mengembalikan      anting   logam   perak   ke   meja   check- in   dan   mengemasi

                barang-barang.  Mereka  diantar  ke  stasiun  kereta  cepat  oleh  petugas  dari  markas

                besar   Organisasi    Relawan    Ibu   Kota.   Kapsul    kereta   melesat.   Lail   me natap
                gedung-gedung  tinggi,  jalur  kereta  layang,  mobil-mobil  terbang,  dan  aktivitas  di

                kota dengan penduduk dua puluh juta orang, yang mulai tertinggal di belakang.
                  Enam    jam   perjalanan   pulang.   Tiba   pukul   satu   siang.   Kejutan.   Claudia   dan

                ibunya  telah  menunggu  di  peron  stasiun  kota  me reka.  Awalnya  Lail  ragu-ragu

                melihatnya. Mereka menjemput siapa?

                  ” Kenapa  kamu  tidak  bilang  bahwa  kamu  pergi  ke  Ibu  Kota,  Lail?”  Istri  Wali
                Kota menyambutnya, memeluk. Mereka men jemput Lail dan Maryam.

                  ” Ibu   Esok   yang   memberitahu     kami.”   Claudia   turut   menyapa     Lail.   ” Papa
   147   148   149   150   151   152   153   154   155   156   157