Page 151 - hujan
P. 151
19
MARYAM rusuh ketika Lail kembali ke kamar.
” Bagaimana mungkin kamu tidak pernah bilang padaku bah wa anak laki-laki
yang mengendarai sepeda merah itu adalah Soke Bahtera?”
Lail menggeleng. ” Kamu tidak pernah bertanya, jadi aku tidak merasa perlu
memberitahu. Lagi pula aku sudah menyebut namanya, Esok.”
”Sejak kapan dia dipanggil Esok?” Maryam terus mengikuti punggung Lail.
” Keluarganya memanggilnya begitu, Esok, dari nama Sok-e.”
” Kamu bukan keluarganya, tapi kenapa kamu memanggilnya, Esok?” Maryam
bertanya.
Lail melotot. Tentu saja dia memanggilnya Esok. Saat pertama kali bertemu,
memperkenalkan namanya, dia sudah memanggil nya Esok.
” Bukankah Soke Bahtera diadopsi oleh Wali Kota?”
Lail mengangguk.
” Dan dialah yang menyelamatkan kamu di lubang tangga darurat kereta bawah
tanah.”
Lail mengangguk lagi.
” Kenapa kamu tidak bilang bahwa itu bukan Esok biasa? Bukannya anak laki-
laki kebanyakan yang menyebalkan?”
Lail kali ini menoleh, melotot. ”Aku mau mandi, Maryam. Berhentilah
mengikutiku.”
Lail melangkah masuk ke dalam kamar mandi, menutupnya segera sebelum
Maryam terus bertanya ingin tahu.