Page 154 - hujan
P. 154

Organisasi    Relawan    kota   ini   bahkan   tidak   mem beritahuku   bahwa   dua   warga

                kota   menerima     penghargaan     paling   tinggi.   Aku   menerima     telepon   ucapan

                selamat  dari  Gubernur,  hanya  untuk  malu  bertanya  kepadanya,  tidak  mengerti.
                Aku    segera   menelepon      komandan      relawan,    mereka    bilang   sengaja   tidak

                memberitahu      siapa   pun,   karena   begitulah   sejatinya   relawan.   Bekerja   dalam

                lengang.  Tapi  aku  harus  tetap  tahu  siapa  dua  warga  kota  itu,  siapa  pahlawan  itu.
                Beruntung     ibu   Esok   mem beritahu   kami,   bilang   bahwa   itu   adalah   kalian,   Lail

                dan Maryam. Halo, Maryam, senang bertemu denganmu.”

                  Wali Kota menyalami mereka.
                  Ini kali kedua Lail bertemu dengan Wali Kota. Wajah Wali Kota terlihat lelah.

                  ”Aku  tidak  bisa  menjemput  karena  sepanjang  pagi  rapat  lewat  video  conference,

                membahas  KTT  Perubahan  Iklim  Dunia,  kon ferensi  itu  menghabiskan  banyak
                waktu,    perdebatan    panjang,   se mua   keras   kepala....   Ah,   kalian   kemari   untuk

                makan siang, mari lupakan KTT menyebalkan itu.”

                  Mereka    menuju    meja   makan.   Ibu   Esok   sudah   menunggu     di   sana,   di   kursi
                rodanya.

                  Makan    siang   berjalan   lancar.   Masakannya   lezat.   Mereka   ba nyak   membahas

                tentang  Organisasi  Relawan,  pengalaman  Lail  dan  Maryam  selama  di  Ibu  Kota,
                juga  tentang  penugasan  di  Sektor  3.  Wali  Kota  tidak  bisa  menyelesaikan  makan

                siang. Dia mendadak harus kembali ke kantor, ada pekerjaan me nunggu.

                  Lail dan  Maryam  diantar  ke  panti  sosial  pukul  empat  sore,  istri  Wali  Kota  dan

                Claudia    yang   mengantar.   Setelah   ransel   di turunkan   dan   mereka   bersalaman
                untuk terakhir kali, mobil listrik itu me ninggalkan halaman panti.

                  ”Gadis itu cantik sekali,” Maryam berbisik, melambaikan tangan ke arah mobil.
                  Lail mengangguk, menatap Claudia yang juga melambaikan tangan dari jendela

                terbuka.

                  ” Kamu tidak cemas, Lail?”

                  Lail menoleh. ”Cemas untuk apa?”
                  ” Bagaimana kalau Esok ternyata menyukai Claudia?”

                  ” Maksudmu?”
   149   150   151   152   153   154   155   156   157   158   159