Page 164 - hujan
P. 164
berubah jadi kutub es. Ada penguin dan be ruang kutub berlalu-lalang di jalanan.
Aku tidak peduli apa akibatnya. Luncurkan pesawat ulang-alik pagi ini, besok
mung kin kita sudah punya musim panas.” Maryam menyeringai.
Situasi dunia setahun terakhir kacau-balau. Setiap kali ada negara yang
mengintervensi lapisan statosfer, imbasnya pindah ke negara lain. Pemimpin
dunia saling menuding, saling me nyalahkan. Suhu udara di kota Lail masih
stabil, hanya salju yang menjadi masalah. Sekarang hampir setiap malam salju
turun. Dulu itu menjadi pemandangan yang indah, sekarang ber ubah
menyebalkan. Pergerakan penduduk terganggu, transportasi umum terbatas.
Dengan salju tebal, berangkat ke kantor atau se ko lah tidak mudah. Belum lagi
lahan pertanian tidak bisa di tanami, hewan ternak mati. Wali Kota bekerja
semakin keras men cari solusi. Ini krisis baru yang lebih rumit dibanding ben cana
gempa bumi dulu.
” Kamu jadi pergi ke toko kue, Lail?” Maryam bertanya sambil menyekop salju.
Lail mengangguk.
”Aku boleh ikut?”
”Sepanjang kamu berjanji tidak menggodaku tentang Esok di sana, kamu boleh
ikut.”
Maryam tertawa. ”Siap.”
Setahun terakhir, Lail rutin mengunjungi toko kue. Setiap bulan, saat hari
libur, Lail menemani ibu Esok, membantunya membuat kue pesanan dan
melayani pengunjung yang hendak membeli kue. Maryam selalu ikut. Dia juga
senang menghabiskan waktu di sana.
Setahun terakhir pula, Maryam juga rutin menggoda Lail tentang Esok, dalam
setiap kesempatan, dalam suasana apa pun.
Pernah mereka berdua sedang menunggu bus kota di halte, ge rimis turun.
” Kamu suka hujan, Lail?” Maryam tiba-tiba bertanya, meng usir rasa bosan
karena bus datang terlambat, jadwalnya kacau karena sebagian kota tertutup
salju, sebagian lagi malah turun hujan.
Lail mengangguk. Dia selalu suka hujan.