Page 24 - hujan
P. 24

di  dalam  lorong.  Menyelamatkan  penumpang  yang  masih  bisa  berjalan  adalah

                prioritas tingkat pertama.

                  Lail   tersuruk-suruk   berjalan   di   samping   ibunya,   meringis   menahan   sakit   di
                betis.   Tidak   mudah    berjalan   di   lorong   kereta,   dengan   guguran   debu   masih

                mengepul.  Mereka  baru  berjalan  seratus  meter  ketika  terdengar  seruan  kecewa

                di depan. Atap lorong di depan telah ambruk, bebatuan menutup jalan keluar.
                  ” Kita   memutar,    mengambil     tangga   darurat    di   belakang.”   Wajah   petugas

                semakin tegang, meski lorong terasa lembap, keringat mengucur dari lehernya.

                  ” Bagaimana  kalau  di  belakang  juga  ambruk?”  salah  satu  pe numpang  bertanya,
                cemas.

                  ”Semoga tidak. Ayo cepat! Cepat!!” petugas berseru.

                  Lail  mencengkeram  jemari  tangan  ibunya.  Usianya  baru  tiga  belas  tahun,  tapi
                itu   lebih   dari   cukup   untuk   mengerti   situasi   genting   yang   sedang   dihadapi

                ratusan penumpang kereta.

                  Penumpang      berbalik   arah,   kembali   berjalan,   melewati   onggok an   dua   belas
                kapsul  kereta.  Tidak  jelas  seberapa  besar  kerusakan  di  dinding  kapsul,  cahaya

                dari   lampu   darurat   tidak   bisa   me nerangi   seluruh   lorong.   Lail   menelan   ludah,

                menatap  di  tengah  gelap.  Ada  banyak  penumpang  terluka  yang  tidak  bisa  ikut
                di evakuasi   di   dalam    kapsul.   Rintihan    kesakitan    terdengar.   Ibu nya   terus

                memegang erat tangan Lail, agar fokus terus melangkah maju.

                  Mereka  baru  berjalan  lima  menit,  masih  jauh  dari  pintu  da rurat  yang  dituju

                saat  lantai  lorong  yang  mereka  pijak  kembali  bergoyang,  membuat  penumpang
                menjerit panik.

                  Lail memeluk pinggang ibunya. Gentar.
                  ”Gempa susulan!” petugas berseru nyaring. ”Semua mem bung kuk!”

                  Bukannya  menuruti  perintah  petugas,  beberapa  penumpang  yang  panik  justru

                kembali    ke   kapsul.   Debu   berguguran     di   atas   kepala.   Para   penumpang   itu

                berpikiran  pendek,  jika  atap  lorong  ambruk,  setidaknya  di  dalam  kapsul  kereta
                akan lebih aman.

                  ” Jangan kembali!” Petugas yang berdiri paling belakang ber usaha mencegah.
   19   20   21   22   23   24   25   26   27   28   29