Page 26 - hujan
P. 26

perjalanan.

                  Empat    ratus   meter,   pintu   tangga   darurat   itu   akhirnya   ditemu kan.   Wajah

                tegang   petugas   kereta   terlihat   menghela   napas   pan jang.   Dia   membuka   pintu,
                tidak  ada  masalah,  lalu  mengarahkan  lampu  senter  ke  atas,  mendongak.  Tinggi

                tangga  itu  sekitar  empat  puluh  meter,  sepertinya  juga  tidak  ada  masalah,  aman

                un tuk dinaiki.
                  ”Anak-anak lebih dulu!” petugas berseru.

                  Hanya  ada  dua  anak-anak  di  sisa  rombongan  penumpang,  Lail  dan  satu  lagi

                seorang anak laki-laki berusia lima belas ta hun.
                  ” Kamu naik lebih dulu,” petugas menyuruh anak laki-laki itu. ” Kamu akan tiba

                di ruangan darurat di atas sana. Tung gu yang lain di sana. Kamu mengerti?”

                  Anak laki-laki itu mengangguk.
                  ”Orangtua    anak   ini   bisa   ikut   naik   sekarang.”   Petugas   menatap   kerumunan,

                mengangkat lampu darurat tinggi-tinggi. Tidak ada yang bergerak maju.

                  ”Aku  sendirian.  Empat  kakakku  tertimbun  di  dalam  kapsul,”  anak  laki-laki  itu
                menjawab pelan.

                  Lengang sejenak.

                  ”Aku  minta  maaf  tentang  itu,  Nak,”  petugas  kereta  berkata  pelan.  ” Baik,  kamu
                naik sekarang.”

                  Anak  laki-laki  itu  segera  menaiki  anak  tangga.  Lail  menjadi  penumpang  kedua

                yang naik. Ibunya menyusul persis di bela kangnya.

                  Tangan  kecil  Lail  gemetar  menggenggam  anak  tangga.  Itu  benar-benar  tangga
                darurat,   anak   tangga   yang   terbuat   dari   besi   di tanam   di   dinding.   Lail   seperti

                menaiki    sumur   gelap.   Tapi   me reka   tidak   punya   pilihan   lain.   Hanya   itu   satu-
                satunya jalan ke luar ke permukaan. Lail meneguhkan tekad, mulai menaiki anak

                tangga satu per satu.

                  ” Kamu  baik-baik  saja,  Lail?”  ibunya  bertanya  dari  bawah.  Lima  menit  berlalu,

                mereka sudah setengah jalan naik ke per muka an.
                  Lail   mengangguk.    Napasnya     menderu    kencang.   Dia   tidak   ke sulit an   menaiki

                anak  tangga  itu  meski  pegangan  besinya  terasa  licin,  lembap,  dan  berlumut—
   21   22   23   24   25   26   27   28   29   30   31