Page 50 - hujan
P. 50

7



















                ESOK dan Lail tiba di stadion saat matahari telah tengge lam.

                  Hujan  lebat  menahan  mereka  pulang  segera,  hampir  dua  jam,  menyiram  habis

                abu  tebal  di  jalanan,  di  atap  bangunan,  dan  mem bersihkan  kota.  Udara  terasa
                lebih segar.

                  Setelah  memastikan  hujan  benar-benar  berhenti,  Esok  me langkah  keluar  dari

                rumah-rumahan        plastik,   mendirikan    sepeda.   Warna    merah    sepeda    terlihat

                pudar,  juga  kursi  taman.  Hujan  asam  membuat  luntur  cat,  pelitur,  dan  semen.
                Dua-tiga hari ke depan, rerumputan juga akan kering, daun-daun pohon rontok.

                  Lail ikut keluar dari rumah-rumahan plastik, melangkah per lahan, naik ke atas

                sepeda.
                  Esok  mengayuh  sepedanya,  melintasi  jalanan  basah.  Udara  te rasa  lembap  dan

                dingin.

                  ”Aku punya kabar gembira, Lail.”
                  Lail tidak berkomentar.

                  ” Ibuku sudah siuman,” Esok memberitahu.

                  Lail masih diam. Itu seharusnya kabar gembira.
                  ” Kamu ingin bertemu dengannya?”

                  Lail   tidak   menjawab.    Matanya     menatap     kosong,   masih    dipe nuhi   kabut

                kesedihan sejak kabar ayahnya meninggal kemarin pagi.
                  Tidak  ada  jawaban  dari  Lail.  Baiklah,  Esok  terus  mengayuh  sepedanya  dengan

                semangat,    menuju    rumah   sakit.   Dia   sempat   me lewati   kolam   air   mancur   kota

                Central   Park,   berhenti   se bentar—tanpa    turun   dari   sepeda,   menatap   landmark
   45   46   47   48   49   50   51   52   53   54   55