Page 55 - hujan
P. 55
***
Kesibukan adalah cara terbaik melupakan banyak hal, membuat waktu melesat
tanpa terasa.
Hari ketujuh, untuk pertama kalinya stadion kota men dapat kan cukup air
bersih untuk mandi. Sumber air permukaan ter cemar berat oleh abu, tidak bisa
digunakan. Sistem air bersih yang dikelola kota selama ini sangat terbatas. Pipa
jaringan ba wah tanahnya hancur, tidak bisa mendistribusikan air ke delapan
lokasi pengungsian. Mereka harus berhemat air, hanya meng gunakan air untuk
minum atau keperluan mendesak lainnya. Se telah berhari-hari bekerja keras,
petugas berhasil memompa air dari kedalaman tanah dua ratus meter. Anak-
anak dan belasan ribu penghuni tenda pengungsian bersorak riang, mereka bisa
mandi.
Lail tertawa, berdiri di antrean panjang untuk mandi.
” R ambutku sudah gatal sejak empat hari lalu.”
” Itu karena ada kutunya,” Esok di belakangnya menceletuk, ikut mengantre.
” Enak saja, aku tidak pernah kutuan.” Lail melotot.
Esok berbisik—menahan tawa, ” Kamu mungkin tidak pernah kutuan, Lail,
tapi kita tinggal di tenda bersama anak lain. Satu orang saja kutuan, semua orang
ikut tertular kutuan. Kamu tahu siapa yang membawa kutu di tenda kita?”
”Siapa?” Lail jadi ingin tahu, menyelidik. Ada dua puluh anak di tenda mereka,
siapa yang menularkan kutu? Mata Lail tertuju pada anak laki-laki usia sepuluh
tahun di antrean kamar mandi sebelah mereka. R ambutnya kribo mengembang
seperti bola ber ukuran besar. Lail menatap rambut kribo itu, balas berbisik,
” Jangan-jangan dari dia kutu itu berasal?”
Esok tertawa. ”Aku hanya bergurau, Lail. Tidak ada yang kutu an. Siapa pun
kalau sudah tujuh hari tidak mandi, pasti gatal rambutnya.”
Hari keempat belas, abu yang turun dari langit mulai ber kurang. Hujan sudah
tiga kali membantu menyiram abu. Hujan sebanyak itu adalah ” keajaiban” bagi
kota mereka, karena jika abu menumpuk lebih dari tiga puluh sentimeter,
beratnya cukup untuk membuat tenda-tenda darurat ambruk. Kualitas udara