Page 56 - hujan
P. 56

membaik, jarak pandang kembali normal, penduduk sudah bisa me lepas masker.

                Tapi saat dilepas, muncul masalah baru. Bau busuk menyengat menyergap setiap

                sudut  kota.  Masih  ada  ribu an  tubuh  yang  belum  berhasil  dievakuasi  dari  balik
                bangunan-bangun an.  Segesit  apa  pun  alat  berat  bekerja,  mereka  tidak  bisa  me-

                nangani  semuanya  dalam  waktu  cepat.  Bau  busuk  itu  membuat  kota  tenggelam

                oleh  kesedihan  mendalam.  Masker  kembali  di bagikan.  Butuh  waktu  satu  bulan
                lebih  hingga  bau  busuk  hilang  secara  alami,  dan  tubuh-tubuh  yang  ditemukan

                telah menjadi tulang belulang.

                  Esok    yang   bertugas   mengirim     informasi    antar   pusat   pengungsi an   harus
                mengenakan      masker    terbaik   agar   bisa   melintas   dengan   nyaman.   Dia   mulai

                terbiasa   mengayuh     sepeda   hingga   empat    pu luh   kilometer,   menyentuh    pusat

                pengungsian     terjauh,   Peng ungsi an   Nomor   8,   yang   terletak   di   pinggiran   kota.
                Dia   menatap    re run tuhan   kota   yang   mulai   dibersihkan   dengan   alat   berat,   ter-

                utama di jalan-jalan, tempat-tempat yang mengganggu mobi litas petugas.

                  ” Bagaimana harimu, Lail?” Esok bertanya.
                  Pukul    delapan   malam.    Mereka     berdua   sedang    duduk    di   tribun   stadion.

                Tingginya  hampir  delapan  meter.  Jika  ketahuan  petugas,  mereka  pasti  disuruh

                turun karena semua bangunan masih dika rantina.
                  Itu   tempat   favorit   baru   Esok   dan   Lail,   mereka   temukan   bebe rapa   hari   lalu.

                Esok   sudah   memeriksanya,      aman   untuk   dinaiki.   Duduk   di   tribun   ini   seperti

                menyaksikan     pertandingan     bola   secara   langsung.   Bedanya,   yang   ada   di   depan

                mereka    adalah   hamparan     tenda.   Cahaya   lampu   dari   genset   membuat    tenda-
                tenda   terlihat   indah.   Dari   atas   sini,   mereka   juga   bisa   melihat   kejauhan.   Kota

                yang   dulunya    dihuni   sepuluh   juta   penduduk,    gemerlap    oleh   cahaya   lampu,
                sekarang    gelap,   hanya   tinggal   be berapa   titik   terlihat   ber cahaya.   Rumah   sakit,

                pusat  pengungsian,  barak  militer,  kantor  darurat  pemerintahan,  hanya  itu  yang

                memiliki listrik.

                  ”Aku   sudah   diperbolehkan     membantu      memasak,”    Lail   ber cerita.   Wajahnya
                riang.

                  ”Oh ya? Selamat. Kamu tidak lagi mencuci pantat panci.” Esok tertawa.
   51   52   53   54   55   56   57   58   59   60   61