Page 54 - hujan
P. 54
pemakam an massal korban gempa bumi. Setiap hari ribuan tubuh ditemu kan di
bawah reruntuhan. Harus segera dikuburkan. Alat berat bekerja 24 jam
mengejar dan dikejar waktu, sebelum tubuh itu mem busuk dan mendatangkan
masalah baru.
Malam hari, setelah mengambil makan di dapur umum, Esok baru bertemu
Lail di tenda. Bertanya kabarnya, apa yang dia lakukan sepanjang hari.
Lail menunjukkan tangannya yang merah. Sepanjang hari dia men cuci panci.
Tidak ada hal seru yang bisa diceritakan.
Esok tertawa, lalu mengangguk. Gilirannya bercerita, tentang per jalanannya
mengirim informasi ke dua pusat pengungsian. ” Pertama, aku ke Pengungsian
Nomor 4, di halaman Century Mall, parkiran mal disulap menjadi barisan tenda
raksasa. Kamu pasti tahu mal itu, bukan?”
Lail mengangguk. Dia sering diajak ayahnya menonton Jlm baru di sana.
” Mereka punya stok makanan lezat. Gudang supermarket mal itu menjadi
dapur sementara. Mereka juga punya stok pakaian paling banyak, diambil dari
reruntuhan toserba mal. Sebentar,” Esok meraih tasnya, mengeluarkan syal dari
wol, ”untukmu, Lail, agar kamu tidak kedinginan.”
Lail menerimanya. ” Terima kasih.”
”Coba tebak, di mana pusat pengungsian kedua yang aku datangi tadi siang?”
Esok berbinar-binar. ” Waterboom Park. Me reka mendirikan ratusan tenda di
sana. Kita hanya punya re runtuhan stadion di sini. Di sana, mereka punya
beberapa wahana permainan yang masih bisa digunakan. Sayangnya, pe tugas
melarang siapa pun menaikinya.”
Lail menatap Esok, berusaha membayangkan dunia fantasi, itu sepertinya seru
sekali.
Pukul sembilan malam, setelah saling bercerita, mereka ber anjak ke kasur tipis
masing-masing. Saatnya tidur. Sebagian be sar penghuni tenda khusus anak-anak
sudah tidur lelap. Anak-anak di situ kehilangan keluarga mereka dan tidak
punya tempat bermalam.
Tubuh Lail dan Esok lelah, mereka juga segera tertidur nye nyak.